Minggu, 20 Maret 2011

Gaya Kepemimpinan - Manajemen Kesehatan

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan dan dalam bentuk yang sederhana.
Walaupun dalam penyusunan makalah ini kami menemui banyak kendala yang dihadapi, namun bekat dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul : “Gaya Kepemmpinan” yang merupakan tugas mandiri dari guru pemimbing mata kuliah “Manajemen Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar, Program Studi S1 Keperawatan Program B (Non-Reguler).
Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat memangun dari pembaca dengan senang hati kami terima. Akhir kata, semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada kami merupakan amal baik di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan seagai salah satu pedoman bagi pembaca dalam meningkatkan pemahaman dalam bidang “Organisasi” pada umumnya dan “Kepemimpinan” pada khususnya.
Akhirnya kami memohon kepada Tuhan Yag Maha Esa semoga apa yang kita dapatkan bernilai ibadah disisi-Nya.
Makassar, 8 November 2010
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Batasan Masalah 4
BAB II PPEMBAHASAN
A. Definisi 5
B. Teori Kepemimpinan 6
C. Macam Gaya Kepemimpinan 14
D. Tipologi Kepemimpinan 22
E. Peran – Peran Pemimpin 26
F. Pemimpin Yang Efektif Pada Era Globalisasi 29
G. Perkembangan Tentang Kepemimpinan 31
H. Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi 33
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 37
B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek, dan.yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang lain.
Studi - studi mengenai sifat – sifat / cirri - ciri mula - mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik - karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat / ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat / ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat / ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat / ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat / ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin. Berbagai pendapat tentang sifat – sifat / cirri - ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat / ciri yang ideal tersebut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini. Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah. Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global, perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya dengan komponen - komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial serta menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
Secara universal relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada Negara - Negara yang menganut system nilai berbeda.
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi kehidupan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi perdagangan, industri, telekomunikasi dan informasi. Dalam masa post modernism yang sekarang sedang kita jalani, perubahan paradigma manajemen turut bergerak secara dinamis, dari paradigma manajemen klasik hingga paradigma post modernis yang salah satunya diwakili oleh learning organization dengan pengukuran kinerja balanced score card yang memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar organisasi.

B. Batasan Masalah
Pada kesempatan ini penulis hanya membatasi masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu membahas tentang :
1. Bagaimana Gaya kepemimpinan pada tempat kerja?
2. Bagaimana ciri – ciri kepemimpinan tersebut?
















BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kepeimpinan disefinisikan oleh para pemikir sebagai berikut :
1. Menurut stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas.
Ada tiga implikasi penting dalam kepemimpian yaitu seagai berikut :
a. Kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut), kwalitas seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari pemimpin.
b. Kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan pimpinan.
c. Kepemimpinan disamping dapat mempengaruhi bawahan juga mempunyai pengaruh. Dengan kata lain seorang pimpinan tidak dapat mengatakan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintah pemimpin.
2. Inu Kencana, 2003 Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalam terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan kominikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Dan setelah ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Apabila dilrengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (leadership) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakuakan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.
3. Miftah mendefinisikan kepemimpinan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Nawawi dan M. Martin mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya.

B. Teori Kepemimpinan
1. Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
2. Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Genetic Theory
Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
4. Traits theory.
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
 Kemampuan Intelektual
 Kematangan Pribadi
 Pendidikan
 Statuts Sosial Ekonomi
 Human Relation
 Motivasi Intrinsik
 Dorongan untuk maju
5. Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.

6. Behavioral Theory
Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.
7. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire
Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930 an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan bawahannya dan Laissez - Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
8. Continuum of Leadership behavior.
Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya. Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez - faire dengan titik dengan demokratis.
9. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership - Leadership style matrix.
Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu
 Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil pelaksanaan tugas.
 Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi dengan bawahannya.
Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job - centered dan employee - centered.
10. The Managerial Grid
Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio dan Michigan.
Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya.
Dari teori - teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:
 Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.
 Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.
 Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari
 Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi.
 Situational Leadership. Pengembangan teori ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan - kelemahan teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat. Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang.
 Kemampuan manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh perusahaan.
 Karakteristik pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh efektivitas pemimpinnya.
 Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
 Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan berpengaruh pada gaya memimpinnya.
 Fiedler Contingency model
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu: task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task leader member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
 Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
o Legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin.
o Reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan.
o Coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman.
o Expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya.
o Referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya.
o Information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
 Model kepemimpinan situasional 'Life Cycle' Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
1) M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.
2) M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bias.
3) M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.
4) M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
1) Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
2) Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
3) Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide - ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
4) Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Transformational Leadership Robert house menyampaikan teorinya bahwa kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karismatiknya. Dengan kharismanya pemimpin transformational akan menantang bawahannya untuk melahirkan karya istimewa. Langkah yang dilaksanakan pemimpin ini biasanya membicarakan dengan pengikutnya bagaimana pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok, bagaimana istimewanya kelompok yang akan menghasilkan karya luar biasa.
 Teori X Dan Teori Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi - asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
 Kisi - Kisi Manajerial Dari Blake Dan Mouton
Dua gaya manajemen ini mendasari dua pendekatan pada manajemen yang efektif. Pada gambar dibawah menunjukkan jaringan (kisi - kisi) dimana pada sumbu horizontal adalah perhatian terhadap produksi-produski sedang pada sumbu vertical adalah perhatian terhadap orang (Karyawan).
 Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari efektifitas dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling efektif dari kedua pendekatan Situasional “Contingency” Pendekatan ini menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang tergantung pada faktor situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel lingkungan lainnya.
 Mary Parker Follectt
Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu:
a. Pemimpin
b. Bawahan
c. Situasi juga pemimpin harus berorientasi pada kelompok.

C. Macam Gaya Kepemimpinan
Tanpa kita sadari bahwa sebetulnya kita masing-masing akan menjadi pemimpin, minimal akan menjadi pemimpin diri kita sendiri. Tapi sebetulnya ada bemacam gaya kepemimpinan menurut pakarnya:
1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
Gaya kepemimpinan autokratik dapat diterapkan dalam beberapa situasi. Pemimpin autokratik dibutuhkan bagi staf baru, dalam situasi yang kritis dan tidak ada waktu untuk menentukan keputusan kelompok. Pemimpin autokratik bekerja denga sangat baik pada saat krisis dan dalam situasi genting mereka telah memiliki reputasi untuk mampu menyelesaikan tugas yang sulit. Adapun cirri – cirri dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut :
 Tanpa musyawarah.
 Tidak mau menerima saran dari bawahan.
 Mementingkan diri sendiri dan kelompok.
 Selalu memerintah.
 Memberikan tugas mendadak.
 Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang).
 Sikap keras terhadap bawahan.
 Setiap keputusannya tidak dapat dibantah.
 Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan.
 Hubungan dengan bawahan kurang serasi.
 Bertindak sewenang – wenang.
 Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan.
 Kurang mempercayai bawahan.
 Kurang mendorong semangat kerja bawahan.
 Kurang mawas diri.
 Selalu tertutup.
 Suka mengancam.
 Kurang menghiraukan usulan bawahan.
 Ada rasa bangga bila bawahannya takut.
 Tidak suka bawahan pandai dan berkembang.
 Kurang memiliki rasa kekeluargaan.
 Sering marah-marah.
 Senang sanjungan.
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Bagaimana caranya? Lakukan semua yang bisa! Dunia memang berubah, hanya saja, dia bergerak lebih cepat! Langkah - langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya. Nah, disinilah masalahnya. Semua orang adalah musuh, entah itu bawahannya atau rekan kerjanya. Si otoriter ini kadang kala menekan bawahannya supaya tidak menjadi ancaman, entah itu dengan kedisiplinan yang tidak masuk akal atau dengan target yang tak mungkin dicapai.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama. Gaya demokrasi merupakan pendekatan yang berpusat pada orang dimana mengizinkan pekerja lebih mengontrol dan berpartisipasi secara individual dalam pembuatan keputusan. Penekanan gaya ini berada pada pengembangan tim dan keinginan untuk berkolaborasi melalui upaya bersama dari semua anggota tim. Pemimpin demokrasi berfungsi memfasilitasi pencapaian tujuan sambil menekankan nilai dari masing - masing individu. Gaya ini tidak sesuai pada tenaga yang masih baru yang membutuhkan banyak arahan.
Gaya kepeimpinan ini memiliki cirri – cirri seagai berikut :
 Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah.
 Tenggang rasa.
 Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan.
 Selalu menerima kritik bawahan.
 Menciptakan suasana kekeluargaan.
 Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan.
 Komunikatif dengan bawahan.
 Partisipasif dengan bawahan.
 Tanggap terhadap situasi.
 Kurang mementingkan diri sendiri.
 Mawas diri.
 Tidak bersikap menggurui.
 Senang bawahan kreatif.
 Menerima usulan atau pendapat bawahan.
 Lapang dada.
 Terbuka.
 Mendorong bawahan untuk mencapai hasil yang baik.
 Tidak sombong.
 Menghargai pendapat bawahan.
 Mau membimbing bawahan.
 Mau bekerja sama dengan bawahan.
 Tidak mudah putus asa.
 Tujuannya dipahami bawahan.
 Percaya pada bawahan.
 Tidak berjarak dengan bawahan.
 Adil dan bijaksana.
 Suka rapat (musyawarah).
 Mau mendelegasikan tugas kepada bawahan.
 Pemaaf pada bawahan.
 Selalu mendahulukan hal - hal yang penting.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Menurut Suyanto (2009), kepemimpinan partisipatif merupakan gabungan antara otokratik dan demokratik. Yaitu pimpinan menyampaikan hasil analisis dari masalah dan mengusulkan tindakannya kepada bawahan. Untuk itu staf diminta untuk saran dan kritik yang selanjutnya keputusan akhir dilakukan bersama - sama. Dengan mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.
Adapun ciri – ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut
 Pemimpin bersikap pasif.
 Semua tugas diberikan kepada bawahan.
 Tidak tegas.
 Kurang memperhatikan kekurangan dan kelebihan bawahan.
 Percaya kepada bawahan.
 Pelaksanaan pekerjaan tidak terkendali.
 Mudah dibohongi bawahan.
 Kurang kreatif.
 Kurang mawas diri.
 Perencanaan dan tujuannya kurang jelas.
 Kurang memberikan dorongan pada bawahan.
 Banyak bawahan merasa dirinya sebagai orang yang berkuasa.
 Kurang punya rasa tanggung jawab.
 Kurang berwibawa.
 Menjunjung tinggi hak asasi.
 Menghargai pendapat bawahan (orang lain).
 Kurang bermusyawarah.

4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Kepemimpinan dengan gaya seperti ini seringkali mengacu pada istilah “gaya bebas” atau kepemimpinan permisif. Tipe ini melepaskan sepenuhnya kendali dan memilih untuk menghindari tanggung jawab dengan melimpahkan seluruh pengambilan keputusan pada kelompok. Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membiarkan” bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat.
Ciri – ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut :
 Supel atau luwes.
 Berwawasan luas
 Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
 Mampu menggerakkan bawahan
 Bersikap keras pada saat-saat tertentu
 Berprinsip dan konsisten terhadap suatu masalah
 Mempunyai tujuan yang jelas
 Bersikap terbuka bila menyangkut bawahan
 Mau membantu memecahkan permasalahan bawahan
 Mengutamakan suasana kekeluargaan
 Berkomunikasi dengan baik
 Mengutamakan produktivitas kerja
 Bertanggung jawab
 Mau memberikan tanggung jawab pada bawahan
 Memberi kesempatan pada bawahan untuk mengutarakan pendapat pada saat-saat tertentu
 Melakukan atau mengutamakan pengawasan melekat
 Mengetahui kelemahan dan kelebihan bawahan
 Mengutamakan kepentingan bersama,
 Bersikap tegas dalam situasi dan kondisi tertentu
 Mau menerima saran dan kritik dari bawahan
Berdasarkan gaya kepemimpinan di atas, telah dijelaskan ciri – ciri dari masing – masing gaya kepemimpinan maka, gaya kepemimpinan yang tepat yang digunakan pada tempat kerja kami, cenderung mengarah pada gaya kepemimpinan otoriter, dimana kebijakan – kebijakan yang berlaku di tempat tersebut bukan di peroleh dari aspirasi anggota organisasi tersebut, melainkan terbentuk dari masalah – masalah yang terjadi di lingkungan organisasi tersebut, sehingga lebih menunjukkan keotoriteran seorang pemimpin yang menjalakan kebijakan bersifat paksaan (otoriter) dimana aturan tersebut adalah harus di patuhi dan bila ada aturan yang terabaikan / dilanggar, tidak ada kebijakan – kebijakan agar bias terbebas dari sanksi atas pelanggaran tersebut. Selain hal tersebut, struktur kepemimpinan dipilih buakn berdasarkan kesepakatan bersama, melainkan dipilih oleh pemimpi walaupun dipilih berdasarkan prestasi kerja namun lebih cenderung mengutamakan pilihan pribadi sang pemimpin.
Namun gaya kepemimpinan ini sangat baik digunakan pada organisasi seperti keperawatan guna meningkatkan mutu dan kwalitas pelayanan pada lembaga yang dinaungi oleh organisasi tersebut, walau sedikit merugikan bagi anggota organisasinya namun sangat baik pegaruhnya terhadap visi dan misi organisasi tersebut.

D. Tipologi Kepemimpinan
Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio Psikologis. Kondisi sosio - psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio - psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok (leaders of crowds), pemimpin siswa / mahasiswa (student leaders), pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women leaders). Masing - masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub - tipenya. Sub - tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd exponent, dan crowd representative. Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer president, the take charge president, the organization president, dan the moderators. Sub - tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
1. Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical.
2. Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader, dan influential leader
3. Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues, tribunes, careerist, dan parliementarians.
4. Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai:
1. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian
Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadian dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu tipologi Myers - Briggs dan tipologi berdasar skala CPI (California Personality Inventory). Myers - Briggs mengelompokkan tipe- tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang dikembangkan oleh Jung yaitu: extrovert - introvert, sensing - intuitive, thinking - feeling, judging - perceiving. Tipe kepribadian ini kemudian dia teliti pada manajer Amerika Serikat dan diperoleh tipe pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut: ISTJ: introvert - sensing - thinking – judging ESTJ: extrovert - sensing - thinking – judging
ENTJ: extrovert - intuitive - thinking – judging
INTJ:introvert - intuitive - thinking – judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepribadian yang disusun berdasar konsep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para manajer dan ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut:
 Sensors – perceivers
 Sensors – judgers
 Intuitive – thinkers
 Intuitive – feelers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan artist.
2. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya Kepemimpinan
Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasar gaya kepemimpinan, yaitu tipologi Blake - Mouton, tipologi Reddin, tipologi Bradford - Cohen, dan tipologi Leavitt. Menurut Blake - Mouton tipe pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
a. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi
b. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah.
c. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah.
d. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Moderat, Orientasi Tugasnya Moderat.
e. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi.
Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi ini, dan menemukan tipe pemimpin sebagai berikut: deserter, missionary, compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive. Sementara Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi: technician, conductor, dan developer. Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Leavitt membagi tipe pemimpin menjadi: pathfinders, problem solvers, dan implementers.
3. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi dan Perilaku
Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah tipologi pemimpn yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok . Tipe - tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Berdasar perilakunya, tipe pemimpin dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Cattell dan Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik dan Jensen. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan Slater; Roby; Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore. Berdasar perannya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh : Benne dan Sheats; dan Mintzberg.

E. Peran - Peran Pemimpin
1. The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi:
a. Mengelola harta milik atau aset organisasi.
b. Mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi.
c. Menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.
Dan peran pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif.
Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik.
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.
2. Peran Pembangkit Semangat
Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu ‘event’ khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
3. Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

F. Pemimpin Yang Efektif Pada Era Globalisasi
Fisk Mastal, menemukan beberapa hal yang perlu dimiliki dan diselesaiakan oleh perawat pemimpin (CNO: Chief Nursing Officer) adalah:
1. Leadership (kepemimpinan)
2. Peningkatan Inisiatif Sumber daya, seperti meningkatkan program orientasi, mentoring, dukungan pendidikan berkelanjutan,beasiswa.
3. Staffing, seperti meningkatkan jumlah perawat dibandingkan jumlah pasien.
4. Pendanaan, seperti peningkatan jumlah gaji perawat, gaji diluar shifi, dan kerjasama pendanaan pendidikan ahli.
5. Likngkungan kerja, seperti memperbaiki lingkungan kerja perawat dan menghilangkan pekerjaan diluar pekerjaan perawat.
6. Penjadwalan kerja, seperti penjadwalan kerja yang fleksibel.
Hal diatas menunjukkan kriteria yang harus dihadapi oleh seorang perawat jika ingin menjadi pemimpin yang baik bagi pengikutnya. Dalam sebuah studi pustaka yang dilakukan oleh Dr. Harvath seorang praktisi ahli keperawatan gerontik, seorang professor dan direktur dari school of nursing, Oregon health and science university pada tahun 2007 bersama dengan rekan-rekanya menyatakan bahwa dalam kepemimpinan di masa depan, setiap perawat perlu mendapatkan pelatihan kepemimpinan yang meliputi 4 dimensi yaitu:
1. Interpersonal skill, meliputi komunikasi, motivasi dan inspirasi, resolusi konflik.
2. Clinical skill, meliputi penggunaan aplikasi praktek terbaik, pemahaman riset, dan person-centered care.
3. Organization Skill, meliputi strategic planning and visioning, change theory.
4. Management Skill, meliputi regulatory compliance, financial and budgetary planning, employee supervision and mentoring.
Agustyan (2006), mangatakan Pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai memiliki intregitas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya.
Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan suara hati yang fitrah. Sangatlah penting di saat globalisasi memasuki ranah dunia keperawatan lahir pemimpin-pemimpin dari profesi perawat. Para pemimpin inilah yang akan perjuangkan tema-teman sejawat dan seprofesi. Jika pemimpin-pemimpin nasional berasal dari satu profesi maka perjuangan dalam memperbaiki kualitas pelayanan melalui pembentukan kebijakan-kebijakan yang diambil lewat birokrasi nasional akan semakin mudah tercapai. Arus globalisasi tidak akan memberikan kesempatan bagi mereka yang lemah. Termasuk juga profesi - profesi yang lemah yang membutuhkan pengakuan dan dukungan dari para pemimpin nasional. Hal yang disampaikan oleh Agustyan mewakili sifat - sifat pemimpin yang dibutuhkan pada masa globalisasi.

G. Perkembangan Tentang Kepemimpinan
1. Kepemimpinan Perempuan
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global, oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah.
Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit perbedaan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana keunggulan dan kelemahan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki merupakan hal yang saling mengisi. Begitu juga dengan karakteristik kepemimpinan perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi kekuatan yang harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global, perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya dengan komponen-komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial serta menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
2. Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara
Namun demikian, terdapat dimensi kepemimpinan yang secara universal relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada Negara- Negara yang menganut system nilai berbeda.
Kepemimpinan Visioner : Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih.
Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus: menyusun arah dan secara personal sepakat untuk menyebarkan kepemimpinan visioner ke seluruh organisasi, memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk mendengar dan mengawasi umpan balik, selalu memfokuskan perhatian dalam membentuk organisasi mencapai potensi terbesarnya.

H. Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi
1. Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu :
o Perubahan rutin
o Perubahan pengembangan
o Inovasi.
Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan - perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi perubahan
b. Menilai posisi organisasi
c. Merencanakan dan melaksanakan perubahan
d. Melakukan evaluasi.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
 Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan hukuman, sistem pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas, menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
 Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Dalam membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang berkaitan dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan inovasi, karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat, motivasi, hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur organisasi, struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas radikal atau inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan keberhasilannya dalam melakukan inovasi.
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan pengetahuan disebut sebagai learning organization.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab di atas yang membahas tentang “Kepemimpinan” secara umum dan “Gaya Kepemimpinan” secara khususnya, maka dapat kami simpulkan bahwa : Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu yang memiliki susunan dalam organisasi tersebut yang terdiri dari pimpinan dan anggota / awahan.
Sehubungan dengan gaya kepemimpinan, menurut para ahli membagi dalam berbagai gaya kepemimpinan yang diantaranya adalah sebagai erikut :
1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Dari keempat gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan yang kami jumpai dalam tempat kerja yaitu gaya kepemimpinan autokratik dimana pemimpinnya bersifat otoriter, untuk mencapai visi dan misi dari organisasi cenderung melaksanakan kebijakan yang bersifat paksaan. Namun hal tersebut juga sangat baik jika diterapkan pada organisasi yang menaungi tempat kerja kami yaitu yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, dimana dalam penentuan keputusan harus cepat dan tepat.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan mengenai kepemimpinan secara umum, kami selaku penulis menyarankan kepada pembaca agar pemaparan dalam makalah ini dapat digunakan sebagai landasan dalam menjalankan suatu organisasi, dengan melihat sisi kebaikan dan keburukan terutama pada gaya kepemimpinan, seaiknya penerapan gaya kepemimpinan dalam suatu organisasi dilakukan berdasarkan tuntutan organisasi tersebut, serta di sesuaikan dengan keadaan lingkungan organisasi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

http://all-about-trick.blogspot.com
http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan
http://www.rachmansyah.web.id/blog1.php/2009/06/16/gaya-kepemimpinan
http://www.wawan-junaidi.blogspot.com/.../gaya-kepemimpinan.html
http://www.wapannuri.com/a.kepemimpinan/kepemimpinan_efektif.html
http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori Kepemimpinan
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/02/kepemimpinan-dalam-keperawatan.html
http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan

Selasa, 21 Desember 2010

Kata - kata motivasi

Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu

Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
cara-cara anda baru

Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap anda salah

Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda

Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.

Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian anda dapat

Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan

Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat

Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,anda akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin anda capai.

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
mendahulukan istirahat sebelum lelah.

Bila anda mencari uang, anda akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika anda mengutamakan pelayanan yang
baik, maka andalah yang akan dicari uang

Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri

Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.

Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan

Jumat, 23 April 2010

ELIMINASI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll.
Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”.

1.2 Tujuan Masalah
1) Mengetahui prinsip pemenuhan kebutuhan eliminasi.
2) Mengetahui organ-organ yang berperan dalam eliminasi
3) Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi
4) Mengetahui gangguan/masalah kebutuhan eliminasi urine
5) Mengetahui tindakan mengatasi masalah eliminasi urine

1.3 Rumusan Masalah
1) Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi urine dan eliminasi alvi (buang air besar)?
2) Bagaimana proses berkemih dan proses buang air besar?
3) Apa saja faktor yang memengaruhi eliminasi urine dan defekasi (proses buang air besar)?
4) Apa saja gangguan atau masalah kebutuhan eliminasi urine dan eliminasi alvi?
5) Apa saja tindakan untuk mengatasi masalah eliminasi urine dan eliminasi alvi?

BAB II
PEMBAHASAN

Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).

2.1 Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a. Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)
Merupakan sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.

2.2 Proses Berkemih
Urine normalia adalah pengeluaran cairan yang prosesnya tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.

2.3 Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapt menyebabkan
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).

2.4 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
d. Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.

2.5 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
b. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
c. Melakukan kateterisasi

2.6 Pengkajian Eliminasi Urine
a. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
•1 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
•2 Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
•3 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
•4 Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
•5 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
•6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
•7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
•8 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
•9 14 tahun – dewasa 1500 ml
•10 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
c. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025
f. Kejernihan :
ÞNormal urine terang dan transparan
Þ Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
g. pH :
Þ Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
Þ Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri
Þ Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
Þ Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine
Þ Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine
Þ Adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
i. Darah :
Þ Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
Þ Adanya darah dalam urine disebut hematuria.
j. Glukosa :
Þ Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien DM
Þ Adanya gula dalam urine disebut glukosa

2.7 Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.

2.8 Proses Buang Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.

2.9 Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c. Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

2.10 Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya
c. Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
h. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
i. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
j. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

2.11 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
c. Memberikan huknah rendah
d. Memberikan huknah tinggi
e. Memberikan gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine, inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan hemorrhoid. Tindakan untuk mengatasinya adalah menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar dengan pispot dan memberikan gliserin.

ROKOK DAN TUBUH SEORANG PEROKOK


PEMBAHASAN

Uraian Umum

1. Umum

Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.
Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).
Dari hari ke hari jumlah perokok kian bertamabah. Hal inilah yang nantinya akan membuat suatu malapetaka yang besar bagi kesehatan tubuh kita.

2. Zat - zat Beracun Yang Terdapat Dalam Rokok dan Dampaknya
Sebagaimana kita ketahui di dalam asap sebatang rokok yang dihisap oleh perokok, tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol,ortokresoldan perylene adalah sebaian dari beribu – ribu zat di dalam rokok. Tapi diantara zat – zat yang disebutkan tadi, ada 3 zat yang paling berbahaya yang terkandung di dalam sebatang rokok. Zat – zat itu adalah:

a. Tar
Zat berbahaya ini berupa kotoran pekat yang dapat menyumbat dan mengiritasi paru - paru dan sistem pernafasan, sehingga menyebabkan penyakit bronchitis kronis, emphysema dan dalam beberapa kasus menyebabkan kanker paru - paru ( penyakit maut yang hampir tak dikenal oleh mereka yang bukan perokok ).Racun kimia dalam TAR juga dapat meresap ke dalam aliran darah dan kemudian dikeluarkan di urine.TAR yang tersisa di kantung kemih juga dapat menyebabkan penyakit kanker kantung kemih. Selain itu Tar dapat meresap dalam aliran darah dan mengurangi kemampuan sel - sel darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.

b. Nikotin
Adalah suatu zat yang dapat membuat kecanduan dan mempengaruhi sistem syaraf, mempercepat detak jantung ( melebihi detak normal ) , sehingga menambah resiko terkena penyakit jantung.Selain itu zat ini paling sering dibicarakan dan diteliti orang, karena dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Selain itu Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.

c. Karbon Monoksida (CO)
Zat ini dapat meresap dalam aliran darah dan mengurangi kemampuan sel - sel darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.Selain itu, karbonmonoksida memudahkan penumpukan zat - zat penyumbat pembuluh nadi, yang dapat menyebabkan serangan jantung yang fatal selain itu juga dapat menimbulkan gangguan sirkulasi darah di kaki.Efek terakhir ini membuat para wanita perokok lebih beresiko ( daripada wanita non perokok ) mendapat efek samping berbahaya bila meminum pil kontrasepsi ( pil KB).Karena itulah sebabnya mengapa para dokter kandungan ( ginekolog ) umumnya segan memberi pil KB pada wanita yang merokok.

3. Beberapa Penelitian Tentang Rokok
Menurut Menteri Kesahatan Indonesia Tahun 2004 Bapak Dr. Achmad Sujudi, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika Serikat (463,504 milyar),Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).
Selain itu, dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO berjudul “Tobacco and Poverty : A Vicious Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan : Sebuah Lingkaran Setan” dalam rangka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling banyak adalah kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara – negara berkembang.
Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa jumlah perokok terbanyak di Madras, India justru berasal dari kelompok masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa kelompok masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu penelitian di 3 provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan dengan pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan.


4. Hambatan
Dalam prakteknya di lapangan, tidak mudah untuk menerapkan peraturan yang melarang tentang merokok. Karena hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
 Masih minimnya kesadaran masyarakat akan bahaya rokok bagi kesehatan tubuh mereka, sehingga sulit diadakannya pembinaan untuk mereka.
 Kurangnya sosialisasi dari instansi terkait mengenai bahaya merokok, sehingga masyarakat tidak tahu seberapa besar bahaya rokok bagi kesehatan mereka.
 Kurang ketatnya pengawasan terhadap peredaran rokok di negara kita, sehingga jumlah produsen rokok meningkat.

5. Cara Mengatasi Permasalahan Yang Ada
Beberapa cara yang dapat kita lakukan supaya kit adapt terhindar dari bahaya asap rokok adalah sebagai berikut :
a. Tarbiyah atau pedidikan keimanan yang sungguh – sungguh untuk setiap individu masyarakat agar mereka sadar betapa bahaynya menghisap rokok.
b. Adanya teladan yang baik bagi sang anak baik di rumah, di sekolah, maupun di sekitar lingkungannya.
c. Melarang Oknum guru untuk merokok di depan siswa saat mengajar.Mengapa? karena kita ketahui bahwa tugas guru adalah sebagai suri tauladan bagi siswanya di sekolah. Jadi wajar saja kalau guru harus memberi contoh yang baik bagi siswanya.
d. Penyuluhan yang gencar dan intensif dari Instansi terkait. Dengan jalan ini diharapkan jumlah perokok akan berkurang, karena mereka memperoleh pengetahuan langsung tentang bahaya rokok bagi kesehatan mereka.
e. Menciptakan Undang – Undang seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang larangan merokok di tempat umum seperti sekolah, rumah sakit, taman bermain, dan sebagainya. Dan bagi yang melanggar akan dikenakan sangsi atau denda sejumlah 50ribu rupiah.
f. Menyebarluaskan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang haramnya rokok. Karena dengan jalan ini masyarakat akan berfikir lagi untuk merokok.




PENUTUP
1. Kesimpulan

Melihat kenyataan yang ada pada uraian sebelumnya, dapat dikatakan rokok itu lebih banyak mudharatnya (dampak negatifnya) dari pada dampak positifnya. Apabila hal ini dibiakan terus berlangsung, maka akan mengakibatkan permasalahan yang serius pada kesehatan tubuh manusia. Dan seharusnya masyarakat sadar akan bahaya merokok bagi kesehatan tubuh mereka.Namun hal itu masih sulit dilakukan di Indonesia.

2. Saran

Setelah membaca makalah ini, semoga masyarakat dapat tersadarkan akan bahaya rokok bagi kesehatan mereka dan segera meninggalkan kebiasaan merokoknya, supaya kesehatan mereka tetap terjaga dan nantinya menjadikan tubuh mereka sehat bugar dan terhindar dari penyakit yang mengancam jiwa mereka.















Senin, 05 April 2010

TUMOR MEDULA SPINALIS

I. DEFINISI
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)


II. KLASIFIKASI
a. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
- Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
- Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.

b. Tumor Ekstradural
- Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
- Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
-

III. MANIFESTASI KLINIK

TUMOR EKSTRADURAL
- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil


TUMOR INTRADURAL
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif


IV. ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.



V. PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang

Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor

Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)


VI. PENATALAKSANAAN
- Stabilisasi : fusi spinal
- Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
- Tumor Ekstradural

b. Laminektomie
c. Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan

- Tumor Intradural
d. Pengangkatan dengan pembedahan



VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :

1. Pemeriksaan sinar X
2. CT. Scan
3. MRI
4. Analisa Gas Darah
5. Elektrolit
6. Tumor Ekstradural
- Radiogram tulang belakang
- Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
- Myelogram
- Memastikan lokalisasi tumor
- Pemeriksaan LCS
- Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal

7. Tumor Intradural
- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
- Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan

b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul

c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan

d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.

e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.

f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.


g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)

h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan

i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.

j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.

k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi

n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)

o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )



II. Masalah keperawatan
- Kelumpuhan
- Gangguan sensibilitas
- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
- Gangguan sistem cerna
- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung


III. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik

Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri

Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi



2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.

Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.

Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.
g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.

3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku

Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.

Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis

Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi


4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.

Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas

Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h. Monitor tanda-tanda vital
i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi


5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.

Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan

Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
j. Berikan O2 sesuai indikasi
k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi








DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta