Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil
Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan
Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan
Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu
Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
cara-cara anda baru
Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap anda salah
Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda
Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani
Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.
Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian anda dapat
Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan
Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat
Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai
Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan
Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,anda akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin anda capai.
Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
mendahulukan istirahat sebelum lelah.
Bila anda mencari uang, anda akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika anda mengutamakan pelayanan yang
baik, maka andalah yang akan dicari uang
Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri
Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.
Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan
MEMBANTU DALAM MENEMUKAN INFORMASI KESEHATAN TERUTAMA BAGI PELAJAR SEBAGAI LITERATUR DALAM MEMAHAMI SUATU MASALAH KESEHATAN
Selasa, 21 Desember 2010
Jumat, 23 April 2010
ELIMINASI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll.
Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”.
1.2 Tujuan Masalah
1) Mengetahui prinsip pemenuhan kebutuhan eliminasi.
2) Mengetahui organ-organ yang berperan dalam eliminasi
3) Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi
4) Mengetahui gangguan/masalah kebutuhan eliminasi urine
5) Mengetahui tindakan mengatasi masalah eliminasi urine
1.3 Rumusan Masalah
1) Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi urine dan eliminasi alvi (buang air besar)?
2) Bagaimana proses berkemih dan proses buang air besar?
3) Apa saja faktor yang memengaruhi eliminasi urine dan defekasi (proses buang air besar)?
4) Apa saja gangguan atau masalah kebutuhan eliminasi urine dan eliminasi alvi?
5) Apa saja tindakan untuk mengatasi masalah eliminasi urine dan eliminasi alvi?
BAB II
PEMBAHASAN
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
2.1 Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a. Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)
Merupakan sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.2 Proses Berkemih
Urine normalia adalah pengeluaran cairan yang prosesnya tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
2.3 Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapt menyebabkan
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
2.4 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
d. Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.
2.5 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
b. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
c. Melakukan kateterisasi
2.6 Pengkajian Eliminasi Urine
a. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
•1 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
•2 Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
•3 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
•4 Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
•5 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
•6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
•7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
•8 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
•9 14 tahun – dewasa 1500 ml
•10 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
c. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025
f. Kejernihan :
ÞNormal urine terang dan transparan
Þ Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
g. pH :
Þ Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
Þ Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri
Þ Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
Þ Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine
Þ Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine
Þ Adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
i. Darah :
Þ Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
Þ Adanya darah dalam urine disebut hematuria.
j. Glukosa :
Þ Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien DM
Þ Adanya gula dalam urine disebut glukosa
2.7 Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
2.8 Proses Buang Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
2.9 Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c. Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
2.10 Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya
c. Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
h. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
i. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
j. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
2.11 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
c. Memberikan huknah rendah
d. Memberikan huknah tinggi
e. Memberikan gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine, inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan hemorrhoid. Tindakan untuk mengatasinya adalah menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar dengan pispot dan memberikan gliserin.
ROKOK DAN TUBUH SEORANG PEROKOK
PEMBAHASAN
Uraian Umum
1. Umum
Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.
Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).
Dari hari ke hari jumlah perokok kian bertamabah. Hal inilah yang nantinya akan membuat suatu malapetaka yang besar bagi kesehatan tubuh kita.
2. Zat - zat Beracun Yang Terdapat Dalam Rokok dan Dampaknya
Sebagaimana kita ketahui di dalam asap sebatang rokok yang dihisap oleh perokok, tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol,ortokresoldan perylene adalah sebaian dari beribu – ribu zat di dalam rokok. Tapi diantara zat – zat yang disebutkan tadi, ada 3 zat yang paling berbahaya yang terkandung di dalam sebatang rokok. Zat – zat itu adalah:
a. Tar
Zat berbahaya ini berupa kotoran pekat yang dapat menyumbat dan mengiritasi paru - paru dan sistem pernafasan, sehingga menyebabkan penyakit bronchitis kronis, emphysema dan dalam beberapa kasus menyebabkan kanker paru - paru ( penyakit maut yang hampir tak dikenal oleh mereka yang bukan perokok ).Racun kimia dalam TAR juga dapat meresap ke dalam aliran darah dan kemudian dikeluarkan di urine.TAR yang tersisa di kantung kemih juga dapat menyebabkan penyakit kanker kantung kemih. Selain itu Tar dapat meresap dalam aliran darah dan mengurangi kemampuan sel - sel darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.
b. Nikotin
Adalah suatu zat yang dapat membuat kecanduan dan mempengaruhi sistem syaraf, mempercepat detak jantung ( melebihi detak normal ) , sehingga menambah resiko terkena penyakit jantung.Selain itu zat ini paling sering dibicarakan dan diteliti orang, karena dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Selain itu Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.
c. Karbon Monoksida (CO)
Zat ini dapat meresap dalam aliran darah dan mengurangi kemampuan sel - sel darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.Selain itu, karbonmonoksida memudahkan penumpukan zat - zat penyumbat pembuluh nadi, yang dapat menyebabkan serangan jantung yang fatal selain itu juga dapat menimbulkan gangguan sirkulasi darah di kaki.Efek terakhir ini membuat para wanita perokok lebih beresiko ( daripada wanita non perokok ) mendapat efek samping berbahaya bila meminum pil kontrasepsi ( pil KB).Karena itulah sebabnya mengapa para dokter kandungan ( ginekolog ) umumnya segan memberi pil KB pada wanita yang merokok.
3. Beberapa Penelitian Tentang Rokok
Menurut Menteri Kesahatan Indonesia Tahun 2004 Bapak Dr. Achmad Sujudi, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika Serikat (463,504 milyar),Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).
Selain itu, dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO berjudul “Tobacco and Poverty : A Vicious Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan : Sebuah Lingkaran Setan” dalam rangka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling banyak adalah kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara – negara berkembang.
Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa jumlah perokok terbanyak di Madras, India justru berasal dari kelompok masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa kelompok masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu penelitian di 3 provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan dengan pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan.
4. Hambatan
Dalam prakteknya di lapangan, tidak mudah untuk menerapkan peraturan yang melarang tentang merokok. Karena hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
Masih minimnya kesadaran masyarakat akan bahaya rokok bagi kesehatan tubuh mereka, sehingga sulit diadakannya pembinaan untuk mereka.
Kurangnya sosialisasi dari instansi terkait mengenai bahaya merokok, sehingga masyarakat tidak tahu seberapa besar bahaya rokok bagi kesehatan mereka.
Kurang ketatnya pengawasan terhadap peredaran rokok di negara kita, sehingga jumlah produsen rokok meningkat.
5. Cara Mengatasi Permasalahan Yang Ada
Beberapa cara yang dapat kita lakukan supaya kit adapt terhindar dari bahaya asap rokok adalah sebagai berikut :
a. Tarbiyah atau pedidikan keimanan yang sungguh – sungguh untuk setiap individu masyarakat agar mereka sadar betapa bahaynya menghisap rokok.
b. Adanya teladan yang baik bagi sang anak baik di rumah, di sekolah, maupun di sekitar lingkungannya.
c. Melarang Oknum guru untuk merokok di depan siswa saat mengajar.Mengapa? karena kita ketahui bahwa tugas guru adalah sebagai suri tauladan bagi siswanya di sekolah. Jadi wajar saja kalau guru harus memberi contoh yang baik bagi siswanya.
d. Penyuluhan yang gencar dan intensif dari Instansi terkait. Dengan jalan ini diharapkan jumlah perokok akan berkurang, karena mereka memperoleh pengetahuan langsung tentang bahaya rokok bagi kesehatan mereka.
e. Menciptakan Undang – Undang seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang larangan merokok di tempat umum seperti sekolah, rumah sakit, taman bermain, dan sebagainya. Dan bagi yang melanggar akan dikenakan sangsi atau denda sejumlah 50ribu rupiah.
f. Menyebarluaskan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang haramnya rokok. Karena dengan jalan ini masyarakat akan berfikir lagi untuk merokok.
PENUTUP
1. KesimpulanMelihat kenyataan yang ada pada uraian sebelumnya, dapat dikatakan rokok itu lebih banyak mudharatnya (dampak negatifnya) dari pada dampak positifnya. Apabila hal ini dibiakan terus berlangsung, maka akan mengakibatkan permasalahan yang serius pada kesehatan tubuh manusia. Dan seharusnya masyarakat sadar akan bahaya merokok bagi kesehatan tubuh mereka.Namun hal itu masih sulit dilakukan di Indonesia.
2. Saran
Setelah membaca makalah ini, semoga masyarakat dapat tersadarkan akan bahaya rokok bagi kesehatan mereka dan segera meninggalkan kebiasaan merokoknya, supaya kesehatan mereka tetap terjaga dan nantinya menjadikan tubuh mereka sehat bugar dan terhindar dari penyakit yang mengancam jiwa mereka.
Senin, 05 April 2010
TUMOR MEDULA SPINALIS
I. DEFINISI
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)
II. KLASIFIKASI
a. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
- Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
- Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
b. Tumor Ekstradural
- Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
- Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
-
III. MANIFESTASI KLINIK
TUMOR EKSTRADURAL
- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil
TUMOR INTRADURAL
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif
IV. ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.
V. PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang
Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)
VI. PENATALAKSANAAN
- Stabilisasi : fusi spinal
- Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
- Tumor Ekstradural
b. Laminektomie
c. Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan
- Tumor Intradural
d. Pengangkatan dengan pembedahan
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan sinar X
2. CT. Scan
3. MRI
4. Analisa Gas Darah
5. Elektrolit
6. Tumor Ekstradural
- Radiogram tulang belakang
- Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
- Myelogram
- Memastikan lokalisasi tumor
- Pemeriksaan LCS
- Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal
7. Tumor Intradural
- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
- Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )
II. Masalah keperawatan
- Kelumpuhan
- Gangguan sensibilitas
- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
- Gangguan sistem cerna
- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung
III. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi
2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.
g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h. Monitor tanda-tanda vital
i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
j. Berikan O2 sesuai indikasi
k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)
II. KLASIFIKASI
a. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
- Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
- Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
b. Tumor Ekstradural
- Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
- Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
-
III. MANIFESTASI KLINIK
TUMOR EKSTRADURAL
- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil
TUMOR INTRADURAL
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif
IV. ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.
V. PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang
Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)
VI. PENATALAKSANAAN
- Stabilisasi : fusi spinal
- Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
- Tumor Ekstradural
b. Laminektomie
c. Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan
- Tumor Intradural
d. Pengangkatan dengan pembedahan
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan sinar X
2. CT. Scan
3. MRI
4. Analisa Gas Darah
5. Elektrolit
6. Tumor Ekstradural
- Radiogram tulang belakang
- Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
- Myelogram
- Memastikan lokalisasi tumor
- Pemeriksaan LCS
- Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal
7. Tumor Intradural
- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
- Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )
II. Masalah keperawatan
- Kelumpuhan
- Gangguan sensibilitas
- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
- Gangguan sistem cerna
- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung
III. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi
2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.
g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h. Monitor tanda-tanda vital
i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
j. Berikan O2 sesuai indikasi
k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta
Minggu, 21 Maret 2010
Contoh karya tulis ilmiah (KTI) versi AKFAT PARE
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.”M”DENGAN DIAGNOSA “PRE DAN POST OPERASI HERNIA SCROTALIS” DI
UNIT PERAWATAN MARIA KAMAR I2
RUMAH SAKIT FATIMA
KOTA PAREPARE
Tanggal 21 – 23 Juli 2009
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan program Diploma III Akademi Keperawatan Fatima Parepare
Oleh :
A S N A W A T I
NIM : 06380
AKADEMI KEPERAWATAN FATIMA PAREPARE
TAHUN 2009
HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.”M” DENGAN DIAGNOSA
“PRE DAN POST OPERASI HERNIA SCROTALIS” DI UNIT PERAWATAN MARIA KAMAR I2 RUMAH SAKIT FATIMA KOTA PAREPARE
TANGGAL 21 – 23 JULI 2009
Karya tulis ilmiah ini telah memenuhi persyaratan dan disetujui untuk dipertahankan dalam ujian sidang program Diploma III Keperawatan Akademi Keperawatan Fatima Parepare
Parepare, Agustus 2009
Mengetahui :
Pembimbing I Pembimbing II
( Petrus Taliabo S.Kep )
( Ners. Agustina B. S.Kep )
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.”M” DENGAN DIAGNOSA
“PRE DAN POST OPERASI HERNIA SCROTALIS” DI UNIT PERAWATAN MARIA KAMAR I2 RUMAH SAKIT FATIMA KOTA PAREPARE
TANGGAL 21 – 23 JULI 2009
Telah dipertanggung jawabkan di hadapan Tim penguji dalam ujian sidang yang dilaksanakan pada :Hari / Tanggal :
Pukul :Tempat : Kampus Akademi Keperawatan Fatima Parepare
Tim penguji
1. Andreas Tena, S.Kep ( )
2. Petrus Taliabo S.Kep ( )
Parepare, Agustus 2009
Mengetahui
Direktris Akademi Keperawatan Fatima Parepare
Ners. Agustina B. S.Kep
NIK : 80101
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama : Asnawati
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : Pinrang, 1 Juli 1988
Agama : Islam
Suku / bangsa : Bugis / Indonesia
Alamat : Jl. Jend. Sudirman Kec. Watang Sawitto Kab. Pinrang
No. HP : 085 255 492 691
B. Pendidikan
1. Tamat SD No. 161 Pinrang, Tahun 2000
2. Tamat SLTP Negeri 5 Pinrang, Tahun 2003
3. Tamat SMA Negeri 1 Pinrang, Tahun 2006
4. Akademi Keperawatan Fatima Parepare, Tahun 2009
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut terucap dan tertulis selain panjatan rasa syukur kepeda Tuhan Yang Maha Esa, berkat ridho dan hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.”M” dengan Diagnosa Hernia Scrotalis di Unit Perawatan Maria Rumah Sakit Fatima Parepare” tepat pada waktunya.
Karya tulis ilmiah ini disusun oleh penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Diploma III Keperawatan di Akademi Keperawatan Fatiam Parepare.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan khususnya dalam penyusunan materi dimana keterbatasan dalam sumber kepustakaan, maupun dalam pengumpulan data, tetapi berkat bantuan, bimbingan dan petunjuk secara moril sehingga penulisan karya tulis ini dapat terwujud.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini khususnya kepada :
1. Ners. Agustina B. S.Kep, selaku DirektrisAkademi Keperawatan Patima Praepare, sekaligus sebagai pembimbing II penyusunan karya tulis ilmiah.Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar tulisan ini menjadi pedoman Asuhan Keperawatan pada kasus –kasus yang sama dan penulis tetap berharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa dan segala kekurangan dimiliki oleh manusia.
2. Drg. Merly Gosal, selaku Direktur Rumah Sakit Fatima Parepare.
3. Romauli Hutapea AMK, selaku kepala bagian keperawatan Rumah Sakit Fatima Parepare.
4. Agus Kamasi AMK selaku kepala unit keperawatan Maria Rumah Sakit Fatima Parepare.
5. Segenap karyawati unit perawatan Maria Rumah Sakit Fatima Parepare.
6. Petrus Taliabo, S.Kep, selaku pembimbing dan penguji II dalam ujian karya tulis ilmiah ini.
7. Andreas Tena, S.Kep, selaku penguji I karya tulis ilmiah ini.
8. Segenap staf Akademi Keperawatan Fatima Parepare.
9. Kedua orang tua tercinta dan sanak saudara, serta teman – teman atas dorongan doa dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan sampai selesai penyusunan karya tulis ini.
Parepare 28 juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN i
HALAMAN PENGESAHAN ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1BAB II TINJAUAN TEORI
B. Batasan masalah
C. Tujuan Penulisan 2
D. Metode Penulisan 3
E. Manfaat Penulisan 4
F. Sistematika Penulisan
A. Konsep Medik
1. Etiologi …………………………………………………………….
2. Bagian dan Klasifikasi Anemia ………………………………..
3. Anatomi Fisiologi …………………………………………………
4. Patofisiologi ………………………………………………………
5. Gambaran Klinik …………………………………………………
6. Komplikasi ………………………………………………………..
7. Test Diagnostik …………………………………………………..
8. Penatalaksanaan …………………………………………………
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
C. Patoflow diagramBAB III TINJAUAN KEPERAWATAN
A. PengkajianBAB IV PEMBAHASAN KASUS
B. Klasifikasi Data
C. Analisa Data
D. Prioritas Masalah
E. Rencana Asuhan Keperawatan
F. Implementasi Keperawatan
G. Evaluasi
BAB V PENUTUP
A. KesimpulanSATUAN ACARA PANYULUHAN
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR I : Anatomi Hernia
GAMBAR II : Patoflowdiagram
GAMBAR III : Genogram
DAFRAR TABEL
TABEL I : Kriteria IMT
TABEL II : Analisa Data
TABEL III : Asuhan Keperawatan
TABEL IV : Implementasi
TANEL V : Evaluasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang dengan pesat, sejalan dengan hal tersebut, maka permasalahan manusiapun semakin kompleks, salah satunya yaitu kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak. Hal tersebut menuntut manusia untuk berusaha memenuhi kabutuhannya dengan usaha yang ekstra, tentunya itu mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang dapat menyebabkan kerja tubuh yang berat yang dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh.
Adapun hubungannya dengan penyakit hernia yairu dengan bekerja berat untuk memenuhi kebutuhan seperti mengangkat benda berat, kebiasaan mengkonsumsi makanan kurang serat, yang dapat menyebabkan konstipasi sehingga mendorong mengejan saat defekasi. Selain itu, batuk, kehamilan, dapat juga berpengaruh dalam meningkatkan tekanan intraabdominal sehingga terjadi kelemahan otot – otot abdomen yang dapat menimbulkan terjadinya hernia inguinalis, yang dapat menjadi hernia scrotalis bila kantong hernia inguinalis mencapai scrotum.
Adapun insiden hernia yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang dilakukan tiap tahunnya. Indirek inguinalis hernia di sisi kanan, adalah tipe hernia yang paling banyak dijumpai pria dan wanita, sekitar 25% pria dan 2% wanita mengalami hernia inguinalis. Sedangkan hernia femoralis hanya dijumpai pada 3% kasus. Insiden hernia strangulata dan incarserata pada anak – anak 10 – 20%, sebanyak 50% diantaranya terjadi pada anak – anak usia kurang dari enam bulan, sekitar 10 – 30% anak –anak memiliki hernia dinding perut, sebagian besar hernia tipe ini menutup saat berusia satu tahun. Di Indonesia tahun 2007 sekitar 60% hernia terjadi di sebelah kanan, 30% di sebelah kiri dan 10% di kedua sisi.
Di Rumah Sakit Fatima jumlah kasus hernia yaitu pada tahun 2007 terdapat 22 kasus hernia, tahun 2008 sebanyak 28 kasus dan tahun 2009 dalam satu semester terdapat empat kasus hernia. Dari jumlah kasus tersebut ditemukan 45 kasus hernia yang terjadi pada pria dan 10 kasus pada wanita untuk semua umur.
Melihat dari insiden yang ditemukan, penulis memperhatikan kasus – kasus yang ada oleh karena itu, melalui asuhan keperawatan ini akan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien dengan penyakit hernia, penulis akan berusaha memberikan penyuluhan dan terapi hernia dengan berbagai referensi dan literatur yang selengkap mungkin dan informasi yang terbaru.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia scrotalis.
2. Tujuan khusus
a. Mendapatkan gambaran tentang :
1). Pengkajian
2). Perencanaan
3). Pelaksanaan
4). Evaluasi
b. Mengetahui tentang proses penyakit hernia scrotalis serta menerapkan asuhan keperawatan.
c. Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat pasien dengan hernia scrotalis.
d. Memenuhi persyaratan menyelesaikan program D III Keperawatan Fatima Parepare.
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan yaitu :
1. Study kepustakaan
Dengan mempelajari buku – buku tentang penyakit hernia scrotalis di perpustakaan dan internet.
2. Study kasus
Penulis memberi asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien dengan hernia scrotalis di ruang perawatan Maria Kamar I2 Rumah Sakit Fatima Parepare dengan menggunakan beberapa tahapan yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, untuk mencapai tahapan tersebut di atas, dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa cara yaitu :
a. Interview
Mengadakan wawancara dengan melibatkan pihak yang berkompeten seperti ; pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya untuk memperoleh data yang diperlukan.
b. Observasi
Selain menggunakan wawancara, penulis juga memakai cara pengamatan langsung segala kegiatan yang dilakukan di ruangan serta mengetahui keadaan klien selama perawatan. Pemeriksaan fisik secara umum yaitu : pengkajian secara menyeluruh tentang semua system tubuh yang meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
c. Metode diskusi
Mengadakan diskusi dengan dosen pembimbing dan CI ruangan dalam hal asuhan keperawatan pada kasus hernia scrotalis.
d. Study dokumentasi
Mempelajari status pasien dan catatan medik atau study dokumentasi.
D. Manfaat Penulisan
1. Penulis.
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta menerapkan ilmu atau teori yang didapat selama pendidikan.
2. Rumah sakit
Dapat menjadi masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit sebagai panduan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien khususnya dengan hernia scrotalis.
E. Sistematiak Penulisan
Dalam penulisan, sistematika penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah :
1. BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Metode penulisan dan Sistematika penulisan.
2. BAB II : Landasan Teoritis yang terdiri dari Konsep Medik dan Konsep Dasar Keperawatan. Dalam Konsep Medik diuraikan : Definisi, Etiologi, Klasifikasi Hernia, Anatomi dan Fisiologi, Patifisiologi, Manifestasi Klinik, Komplikasi, Test Diagnostik dan Penatalaksanaan. Dan dalam Konsep Dasar Keperawatan diuraikan : Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan evaluasi.
3. BAB II : Menguraikan tentang tinjauan kasus.
4. BAB IV : Menguraikan pembahasan kasus
5. BAB V : Menguraikan mengenai kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
a. Hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (ofertura) pada struktur di sekitarnya. Umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinehliff, 1999)
b. Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu. Dimana dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin (Rizal, 2007).
c. Hernia adalah protusi / penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga yang bersangkutan (Romi, 2006)
d. Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga diamana rongga tersebut harusnya berada di dalam keadaan normal tertutup (Nanda, 2009).
e. Hernia adalah keluarnya isi rongga tubuh atau abdomen lewat suatu celah pada dinding yang mengelilinginya (Khadir, 2009).
2. Etiologi
a. Anomali kongenital
b. Melemahnya otot – otot abdomen
c. Tekanan intraabdomen seperti :
1) Mengejan saat defekasi dan miksi.
2) Batuk menahun.
d. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah :
1) Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2) Kerja otot yang terlalu kuat.
3) Mengangkat beban yang berat
4) Batuk kronik
5) Mengejan sewaktu miksi dan defekasi
Peregangan otot abdomen karena meningkatnya tekanan intra abdomen seperti obesitas dan kehamilan (Samsudin, 2006).
e. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup karena :
1) Akibat dari pembedahan sebelumnya.
2) Kongenital.
3) Hernia kongenital sempurna.
Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada tempat – tempat tertentu.
4) Hernia kongenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat- tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).
5) Aquisal adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
a) Tekanan intraabdominal yang tinggi.
Banyak yang dialami oleh pasien yang sering mengejan baik saat BAB maupun BAK.
b) Konstitusi tubuh
Orang kurus cenderung terkena hernia karena jaringan ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terjadi hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
c) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
d) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen.
e) Sikatrik
f) Penyakit yang melemahkan dinding perut..
3. Bagian dan klasifikasi hernia
a. Bagian – bagian hernia
1) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia insisional, hernia adipose, hernia intertitialis.
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia , misalnya usus,ovarium dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
5) Locus minoris resistance (LMR).
b. Klasifikasi hernia
1) Menurut lokasinya
a) Hernia inguinalis
Hernia yang terjadi dilipatan paha , jenis ini merupakan yang tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau buntu.
b) Hernia umbilikus adalah di pusat
c) Hernia femoralis adalah di paha
2) Menurut isinya
a) Hernia usus halus
b) Hernia omentum
3) Menurut penyebabnya
a) Hernia kongenital
b) Hernia traumatika
c) Hernia insisional adalah akibat pembedahan sebelumnya
4) Menurut terlihat dan tidaknya
a) Hernia externs
Misalnya : hernia inguinalis, scrotalis dan sebagainya.
b) Hernia interns
Misalnya : hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia doturaforia.
5) Menurut keadaannya
a) Hernia incarserata
Bila isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi.
b) Hernia strangulata
Jika bagian usus yang mengalami hernia terpuntir atau membengkak dapat mengganggu aliran darah normal dan pergerakan otot serta dapat menimbulkan penyumbatan usus dan kerusakan jaringan.
6) Menurut nama penemunya
a) Hernia Petit yaitu hernia di daerah hernia lumbosakral.
b) Hernia Spigelli yaitu hernia yang terjadi pada linea semisirkulasi di atas penyilangan vas epigastrika inferior pada muskulus rektus abdominalis bagian lateral.
c) Hernia Richter yaitu hernia dimana sebagian dinding usus yang terjepit.
7) Menurut sifatnya
a) Hernia reponibel adalah bila isis hernia dapat keluar masuk , isi hernia keluar bila berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk., tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b) Hernia irreponibel adalah bila isis kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga.
8) Jenis hernia lainnya
a) Hernia pantolan adalah hernia inguinalis dan hernia femoralis yang terjadi pada paha satu sisi dan dibatasi oleh fasa epigastrika inferior.
b) Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke skrotum secara lengkap.
c) Hernia litter adalah herna yang isinya adalah divertikulum meckeli.
b. Fisiologi
Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong scrotum, system duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatorius dan uretra, dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis (Pichi, 1998)
Testis adalah organ genitalia yang terletak di scrotum, ukuran testis pada orang dewasa 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 – 25 ml, uvoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis, di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viselaris dan parientalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang berjumlah + 250 lobuli.
Tiap lobulus terdiri dari tubulus seminiferus, sel –sel sertoli dan sel – sel leyding. Produksi sperma atau spermartogenesis dan sel – sel, sedang diantara tubuli seminiferus terdapat sel – sel leyding. Sel – sel spermatogonium pada proris menjadi sel spermatozoa. Sel – sel sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel – sel pada leyding atau disebut sel – sel interstitial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.
Pada bagian posterior tiap- tiap testis terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis. Sel- sel spermatozoa yang di produksi di tubuli seminifer, setelah matur (dewasa) sel- sel spermatozoa bersama – sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampula vas deferens, sel – sel itu setelah bercampur dengan cairan – cairan epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Vas deferens adalah duktus ekskritorius testis yang membentang hingga ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk sperma atau kemih.
Testis mendapatkan vasokan darah dari beberapa cabang arteri yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta.
2. arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior.
3. Arteri kemastika yang merupakan cabang dari arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pompiniformis.pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.
5. Patofisiologi
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-delapan dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis ini akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan perioneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritoniae.Bila bayi lahir umumnya prosesus ini mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka.Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel, bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak terobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital, pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minor resistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan hernia inguinalis lateral akuista keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal adalah kehamilan,batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostat.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum yang disebut herna skrotalis (Samsuddin 2006)
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia semakin semakin sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis.Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan konstipasi.Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaam akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis, juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan karena ususnya berputar.Bila isi perut terjepit dapat terjdi shock, demam, asidosis metabolik dan abses.
6. Manifestasi klinis
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut biasa mengecil dan menghilang pada saat istiahat dan bila menangis, mengejan, mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik.Pada inspeksi ditemukan asimetris pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta untuk mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri.Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, dirasa konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar (Samsuddin,2006).
Keluhan yang dirasakan dapat terjadi dari yang ringan hingga berat karena pada dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah dinding perut, keluhan berat yang timbul disebabkan karena terjadinya penyempitan isi perut tersebut pada celah yang dilaluinya.
Jika masih ringan, penonjolan yang ada dapat hilang timbul.Benjolan yang ada tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit nyeri dan timbul jika kita mengedan, batuk, mengangkat beban berat.Biasa tonjolan dapat hilang jika kita istirahat.
Jika pada benjolan yang ada dirasakan nyari hebat ,maka perlu dipikirkan adanya penyempitan isi perut.Biasanya jenis hernia inguinalis yang lateralis lebih memberikan keluhan nyeri hebat yang dibandingkan dengan jenis hernia inguinalis medialis.Terkadang benjolan yang ada masih dapat dimasukkan kedalam rongga perut dengan tangan kita sendiri ,yang berarti menandakan bahwa penyempitan yang terjadi belum terlalu parah.Namun, jika penyempitan yang terjadi sudah parah, benjolan tidak dapat dimasukkan kembali dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat, nyeri dapat disertai mual dan muntah.Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan isi perut yang terjepit tadi.Hernia strangulata merupakan suatu keadaan yang gawat, jadi perlu segerah dibawah kedokter untuk mendapatkan pertolongan.
7. Komplikasi
Komplikasi hernia tengantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia antara lain:
a. Obstruksi usus sederhana
b. Perforasi
c. Abses lokal, fistel atau peritonitis
d. Syock
e. Asidosis metabolik
8. Test diagnostic
a. Rongent
b. USG
c. Sinar X abdomen
9. Penatalaksanaan
Penanganan biasa dengan pengobatan konservatif, maupun tindakan definitive berupa operasi.Tindakan konrsevatif antara lain:
a. Tindakan konservatif terbatas pada tindakan melalui reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi, jika reposisi tidak berhasil dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera .
b. Pada anak-anak dengan hernia indirect irreponibel diberi terapi konservatif dengan :
1) Obat penenang
2) Posisi trendelemburg
3) Kompres es
4) Tindakan operatif :
Pinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi, hernioplasti dan herniografi :
a) Herniotomi : Pembebasan kantong hernia sampai pada lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan.
b) Hernioplasti : memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding kanalis inguinalis.
c) Herniografi : membuat plasty di abdomen sehingga LMR(locus minorus resistem).
5) Penanganan pasca operasi
a) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencengah terjadinya hematoma.
b) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler agar dinding abdmen ditegang.
c) Diusahakan agar penderita tidak menangis serta mengejan.
d) Dalam waktu satu bulan jangan mengangkat benda yang berat.
e) Selama waktu tiga bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intraabdomen.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan suatu tindakan yang sistematis untuk manentukan masalah pasien, membuat perencanaan dan cara mengatasiya, melaksanakan rencana serta mengevaluasi keberhasilan secara efektif
Adapun langkah-langkah proses keperawatan adalah :
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian kaperawatan merupakan tahap awal dari keperawatan keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecepatan dan ketelitian dalam mengenal masalah pasien sehingga lebih mengarah ketindakan keperawatan.Langkah-langkah pengkajian yaitu:
a. Pengumpulan data
Merupakan pengumpulan informasi yang sistematis tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan pasien yang dikumpulkan dari pasien sendiri, keluarga, orang terdekat dan rekan medik.Adapun metode pengumpulan data yang digunakan yaitu :
1) Biodata
Data lengkap dari pasien meliputi :nama lengkap, umur, jenis kelamin, status perkawinan, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat. Identitas penanggung jawab meliputi :nama lengkap, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien dan yang lazim ditemukan pada pengkajian ini adalah terdapat benjolan pada lokasi tertentu dan nyeri
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan pasien saat masuk rumah sakit misalnya terdapat benjolan dan terasa nyeri.
c) Riwayat kesehatan lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, atau penyakit lain.Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini dikaji apakah ada keluarga yang menderita/mengalami penyakit keturunan misalnya : Diabetes mellitus, Hepatits, dan lain-lain.
e) Riwayat psikososial meliputi :
- Pola konsep diri : pandangan pasien terhadap keadaanya
- Pola kognitif : pengetahuan klien tentang penyakit yang dialaminya
- Pola koping : menyankut hal-hal yang dilakukan pasien dan keluarga dalam menangani masalahnya.
- Pola interaksi : menggambarkan bagaimana hubungan pasien dengan keluarga dengan orang lain dan perawat yang merawatnya selama di rumah sakit.
f) Riwayat spiritual
Bagaimana ketaatan pasien dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama yang dianut, dukungan keluarga terhadap kepercayaan pasien dan acara keagamaan yang biasa diikuti.
g) Pengkajian fisik
Dilakukan secara persistem yang difokuskan pada adanya gejala yang paling sering atau utama adalah adanya benjolan dan terasa nyeri. Dalam pemerikssan fisik digunakan empat prosedur yang melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perabaan dan penghidu.Empat prosedur itu adalah:
- Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera penglihatan dan penghidu.
• Penglihatan : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, kedalaman pernapasan dan simetrisitas, bahasa tubuh, postur dan pergerakan.
• Pendengaran : mendengarkan sifat batuk, nada suara, suara napas, atau isi interaksi dengan orang lain.
• Penghidu : mendeteksi bau.
- Palpasi adalah menyentuh dan menekan pemukaan luar tubuh dengan jari.
• Sentuhan : merasakan adanya pembengkakan, massa, mencatat suhu, kelembapan, dan tekstur kulit.
• Tekanan : menentukan tekanan nadi (kuat, lemah, teratur), mengevaluasi edema.
• Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
- Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan dibawahnya.
• Menggunakan ujung jari : mengetuk dada untuk mendengar ada tidaknya cairan atau massa.
• Menggunakan palu pekusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah.
- Auskultasi adalah mendengar di ruang antikubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung paru, abdomen (bising usus)
- Test diagnostic
b. Mengelompokkan data
Pengelompokkan data merupakan suatu pengaturan yang sistematis yang terdiri dari :
1) Data subjektif : merupakan data yang didapat berdasarkan keluhan-keluhan pasien yang tidak dirasakan oleh orang lain.
2) Data objektif : merupakan data yang biasa dilihat dan diukur oleh seorang perawat.
c. Analisa data
Kegiatan yang dilakukan untuk menginterpretasikan dan pengambilan keputusan.
d. Fokus pengkajian.
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh, pada tahap ini, semua data atau informasi klien dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan.
1) Aktivitas/istirahat.
Tanda dan gejala : atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
2) Eliminasi.
Tanda dan gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia dan retensi urine.
3) Integritas ego.
Tanda dan gejala : cemas, depresi, menghindar, ketakutan akan timbul paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
4) Neurosensoris.
Tanda dan gejala : penurunan refleks tendo dan kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan, kelemahan dari tangan dan kaki.
5) Nyeri atau ketidaknyamanan.
Tanda dan gejala : sikap, perubahan cara berjalan, nyeri tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan
6) Keamanan
Gejala : adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.(Doengues,1999,hal.320-321).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah klinis tentang respon aktual dan potensial dari individual, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah kesehatan dalan proses kehidupan .
Diagnosa keperawatan pada masalah hernia yaitu :
a. Nyeri akut / kronis b/d agen pencedera fisik : kompresi saraf, spasme otot.
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, ketidak nyamanan
c. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan b/d tidak mengenal sumber – sumber informasi.
3. Rencana keperawatan
Perencanaan tindakan / intervensi adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan implementasi yang tepat.
Rencana tindakan :
a. Nyeri akut / kronis b/d agen pencedera fisik : kompresi saraf, spasme otot.
HYD : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji adanya keluhan nyeri catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus yang memperberat. Minta pasien untuk menetapkan skala 0 –10.
Rasional : Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi.
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut, letakkan pasien dalam posisi semi powler
Rasional : Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu yang memfasilitasi terjadinya reduksi dari tonjolan discus.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : Menurunkan gaya gravitasi dan gerakan yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar duktus intervertebralis yang terkena.
4) Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional : Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5) Berikan obat sesuai kebutuhan.
Rasional : Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, ketidaknyamanan
HYD : Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit / kompensasi.
Intervensi :
1) Catat respon emosi /perilaku pada mobilisasi. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.
Rasional : Immobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan.
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
Rasional : Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
3) Anjurkan pasien untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari – hari dalam keterbatasan individu.
Rasional : Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian dan perasaan kontrol terhadapdiri.
4) Berikan perawatan kulit dengan baik.
Rasional : Menurunkan risiko iritasi /kerusakan pada kulit.
c. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
HYD : Mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan konsekuensinya.
Intervensi :
1) Kaji tingkat asietas pasien.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya.
2) Berikan informasiyang akurat dan jawaban yang jujur .
Rasional : Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
3) Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
Rasional : Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan diberi respon dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya.
4) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhan.
Rasional : pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan seperti terlepasnya tanggung jawab, perhatian dan kontrol diri yang lain.
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan b/d tidak mengenal sumber – sumber informasi.
HYD : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan tindakan.
Intervensi :
1) Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan.
Rasional : Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membuat pilihan yang tepat.
2) Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan perubahan “mekanika tubuh”.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma berulang dari leher punggung dengan menggunaklan otot- otot bokong.
3) Diskusukan mengenai pengobatan dan juga efek samping.
Rasional :Menurunkan risiko komplikasi.
4) Berikan informasi mengenai tanda – tanda yang perlu untuk dilaporkan pada evaluasi berikutnya.
Rasional : Perkembangan dari proses penyakit mungkin memerlukan tindakan / pembedahan lebih.
4. Implementasi Keperawatan.
Pengelolaan dan perwujudan dari perencanaan keperawatan, pelaksanaan untuk pelaksanaan yang efektif dituntut keterampilan, pengetahuan yang luas dari tenaga perawat dan berdasarkan pemeliharaan yang rasional.
a. Melaksanakan rencana perawatan setelah informasi yang mencakup dalam perawatan, merupakan dasar atau pedoman dari intervensi keperawatan.
b. Mengidentifikasi reaksi dan tanggapan pasien, dibutuhkan tenaga perawat yang memiliki keterampilan intelektual dan teknik yang dilakukan secara cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c. Kebutuhan fisik dan psikologis di lindungi, memberikan bantuan pada pasien yang berhubungan dengan ketekanan fisik dan psikologis.
d. Dokumentasi intervensi dan respon pasien serta mengevaluasi tanggapan dengan cara membandingkan dengan syarat dan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Penilaian keberhasilan perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan yang terdiri dari menentukan apa tujuan bias dicapai dan analisa keberhasilan. Intervensi perawatan dan perencanaan untuk selanjutnya. Metode evaluasi terdiri dari cara menghimpun data dari pasien berdasarkan kriteria yang di tentukan sebagai hasil yang diharapkan atau tujuan dari perawatan pasien.
C. Patoflow diagram
- Batuk menahun
- Obesitas
- Kelainan kogenital
- Dan lain – lain
Peningkatan tekanan intraabdominal
Isi intraabdominal tertekan
Kelemahan dinding abdomen
Prostrusi melalui dinding yang lemah
Hernia femoralis Hernia inguinalis Hernia umbilikalis
Ketidakadekuatan Isi usu keluar melalui dinding
metode koping inguinalis posterior
Kantong hernia mencapai scrotum
Tindakan pembedahan Hernia scrotalis Penyumbatan usus
Stragulasi usus menyempit
Luka insisi Tindakan invasif mdik
(NGT, Infus, Cahateter) Pembatasan masukan
Rasangsangan sensori
nyeri meningkat
Kenyamanan terganggu
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kamar : I2 Perawat yang mengkaji : Asnawati
Ruang : Maria Anamnese diperoleh dari : Pasien
Tanggal masuk : 21 – 07 – 2009 Jam masuk : 07.00
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. “M”
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Tancung purai – Wajo
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Tani
Suku : Bugis
Bahasa : Bugis dan bahasa Indonesia
Status perkawinan : Duda
Warga nehara : Indonesia
No. register : 00.20.637
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. “L”
Umur : 50 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Tancung purai – Wajo
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Tani
Suku : Bugis
Status perkawinan : Nikah
Hubungan dengan pasien : Ayah
2. Data Medik
a. Dikirim oleh : Rumah Sakit Lamadukkelleng – Wajo
b. Diagnosa medik : Hernia Scrotalis
c. Tanggal Pengobatan terakhir : Pasien lupa.
3. Keluhan Utama
Terdapat Benjolan pada scrotum bagian kanan.
4. Riwayat Keluhan Utama
Pasien masuk Rumah Sakit dengan rujukan dari Rumah Sakit Lamadukkelleng – Wajo dengan hernia scrotalis. Pasien mengatakan ada benjolan pada scrotum bagian kanan dan terasa nyeri yang dirasakan sejak kurang lebih dua tahun. Benjolan mulai tidak masuk sejak kemarin malam (tanggal 19 – 07 – 2009), pasien mengeluh demam naik turun sejak tadi malam (20 – 07 – 2009). Pasien mengatakan selama sakit ia berobat di dukun, karena tidak ada perubahan akhirnya pasien minta dirujuk oleh Sakit Lamadukkelleng – Wajo ke Rumah Sakit Fatima Parepare untuk diopname dan dilakukan tindakan bedah.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut pasien dan keluarga, pasien jarang sakit. Umumnya pasien hanya menderita demam, influenza. Namun penyakit yang sekarang ini di derita oleh pasien dimulai sejak dua tahun.
6. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Menurut pasien dan keluarga, tidak ada diantara anggota keluarga lainnya yang mengalami penyakit menular ataupun penyakit keturunan seperti penyakit Hipertensi, diabetes militus, hepatitis, HIV dan TBC
7. Keadaan umum
a). Cara masuk : Pasien masuk dengan menggunakan kursi roda diantar oleh perawat dan keluarga.
b). Keadaan sakit : Pasien tampaksakit sedang
Alasan : Pasien masih dapat duduk, berdiri dan berjalan sendiri, tampak menggunakan infus pada lengan kiri.
c). Tanda – tanda vital
1) Tingkat kesadaran
a) Kualitatif : Composmenthis
b) Kuantitatif :
- Respon Motorik : 6
- Respon Verbal : 5
- Respon Pembukaan Mata : 4__+
Jumlah 15
Kesimpulan : Pasien sadar penuh
Kaku kuduk : Negatif
c) Suhu : 38,2oC
d) Nadi : 96 x / menit
e) Tekanan Darah : 120/ 90 mmHg
MAP = Sistole + Diastole x 2
3
= 120 + (90 x 2)
3
= 120 + 180
3
= 300
3
= 100 mmHg
Kesimpulan : Perfusi ginjal memadai
f) Pernapasan : 24 x / menit
g) Berat Badan : 65 kg
h) Tinggi Badan : 167 cm = 1,67 m
IMT = ___Berat Badan__
Tinggi Badan (m)2
= _65 kg__
(1,67 m)2
= 65 kg
2,79 m2
= 23,27 kg/m2
Kesimpulan : pasien dalam keadaan berat badan normal.
i) Kriteria IMT
IMT KRITERIA
< 18,5 Berat badan kurang pangan 18,5 - < 20,5 Berat badan kurang 20,5 – 22 Berat badan ideal > 22 – 25 Berat badan normal
26 – 30 Berat badan berlebihan
> 30 Obesitas
8. Pengkajian Pola Kesehatan
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehata
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan mandi dua kali sehari, gosok gigi dan mengganti pakaian setiap selesai mandi, pasien mengatakan lingkungan rumah tempat tinggalnya kurang bersih, pasien merokok satu bungkus yang dihabiskan dalam dua malam. Bila sakit pasien hanya berobat di dukun. Lingkungan rumah yang tidak sehat dan kebiasaan merokok mempengaruhi kesehatan pasien.
2) Keadaan saat ini
Pasien tidak mampu mandi sendiri, gosok gigi dan mengganti pakaian. Pasien mandi satu kali sehari, gosok gigi dan ganti pakaian setiap selesai mandi. Kebutuhan personal higine dibantu oleh perawat dan keluarga, selama sakit pasien tidak merokok.
b. Pola Nutrisi
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan makan tiga kali sehari dengan makanan pokok nasi, sayur dan ikan. Nafsu makan pasien baik dan tidak ada alergi pada jenis makanan tertentu. Pasien minum + 6 – 8 gelas per hari dari sumber air minum sumur yang sudah dimasak.
2) Keadaan saat ini
Pasien puasa, kebutuhan cairan dan nutrisi diperoleh dari cairan infus RL 28 tetes / menit, pasien mengatakan kering pada tenggorokan
c. Pola Eliminasi
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan BAB dua kali sehari, konsistensi lunak, BAK tidak menentu, warna kuning jernih. Pasien mengatakan tidak ada gangguan pada saat BAB dan BAK. Pasien mengatakan ada benjolan pada skrotum sejak kurang lebih dua tahun yang lalu.
2) Keadaan saat ini
Selama pasien dirawat di rumah sakit pasien BAB satu kali, konsistensi encer, terpasang chateter tersambung ke urine bag.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan aktivitas sehari – hari yaitu sebagai petani. Ia mulai beraktivitas pukul 07.00 WITA untuk mencari nafkah, di waktu luang pasien gunakan untuk istirahat dan berkumpul bersama keluarga.
2) Keadaan saat ini
Pasien mengatakan, sejak sakit ia sulit melakukan pergerakan, pasien tampak lemas, tampak sulit bergerak dan pasien tampak berhati – hati dalam bergerak.
e. Pola Tidur dan Istirahat
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan kebutuhan tidur dan istirahatnya cukup. Pasien mulai tidur siang pada pukul 12.00 – 14.00 WITA dan pada malam hari pukul 23.00 – 06.00 WITA. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat tidur dan pasien merasa segar setiap bangun tidur.
2) Keadaan saat ini
Pasien mengatakan kebutuhan tidur dan istirahatnya cukup, pasien tidur siang pukul 14.00 – 15.00 WITA dan pada malam hari pukul 21.00 – 05.00 WITA. Pasien tidak menggunakan obat tidur.
f. Pola Kognitif dan Persepsi Sensoris
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan kemampuan daya ingatnya baik, dapat berorientasi dengan waktu dan tempat. Pasien dapat berkomunikasi secara verbal dengan baik.
2) Keadaan saat ini
Pasien dapat berorientasi dengan waktu dan tempat, mampu membedakan warna yang diperlihatkan (warna merah dan putih), pasien mampumenunjukkan lokasi nyeri pada scrotum.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan memiliki kekurangan yaitu adanya benjolan pada sckotum. Pasien mengatakan ia sabar dan tidak putus asa. Ia melaksanakan peran sebagai anak membantu orang tua mencari nafkah, namun pasien tidak melaksanakan peran sebagai orang tua karena anaknya tinggal bersama istrinya. Pasien melaksanakan peran dengan penuh tanggung jawab.
2) Keadaan saat ini
Pasien merasa tidak berdaya dan merasa tidak enak pada anggota keluarganya karena harus merepotkan keluarga lainnya dimana kebutuhan ekonomi yang tidak mendukung. Pasien merasa malu dan cemas dengan adanya benjolan pada skrotum.
h. Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan tinggal bersama –sama dengan orang tuanya. Hubungan antara anggota keluarga dan tetangga cukup harmonis.
2) Keadaan saat ini
Selama sakit pasien tidak dapat melaksanakan perannya seperti biasanya. Pasien tidak dapat berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Di rumah sakit, pasien hanya berinteraksi dengan perawat dan keluarga yang menemani.
i. Pola Reproduksi dan Seksualitas
1) Keadaan sehari – hari
Pasien dengan jenis kelamin laki – laki berumur 30 tahun. Pasien telah menikah dan mempunyai satu orang anak dengan jenis kelamin laki – laki, pasien mengatakan telah tiga tahun bercerai dengan istrinya. Pasien mengatakan benjolan pada skrotumnya mulai ada kurang lebih sejak dua tahun, pasien mengatakan selalu membersihkan alat genitalianya.
2) Keadaan saat ini
Kebersihan alat genitalia dibantu oleh perawat. Tampak adanya kelainan pada genitalia.
j. Pola Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap Stres
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan bila ada masalah kadang menceritakan dengan keluarga atau berdiam diri. Pasien merokok, menonton televisi untuk menghilangkan stres.
2) Keadaan saat ini
Pasien tampak pucat, tegang, gelisah dan takut terhadap kondisinya, pandangan pasien tampak ke mana – mana, pasien hanya bisa berdoa untuk kesembuhannya dan kembali berkumpul bersama dengan keluarga.
k. Pola nilai dan keyakinan
1) Keadaan sehari – hari
Pasien mengatakan beragama islam dan jarang mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya karena harus mencari nafkah. Pasien hanya kadang – kadang melaksanakan ibadah.
2) Keadaan saat ini
Pasien tidak dapat melaksanakan ibadah, namun pasien selalu berdoa untuk kesembuhannya dan harapan untuk berkumpul bersama dengan keluarga.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Pre operasi tanggal 21 juli 2009
1) Kepala
Inspeksi : Kulit kepala tampak kotor, rambut kering, berketombe, tidak tampak adanya benjolan.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan dan nyeri tekan, rambut tidak mudah rontok.
2) Dahi
Inspeksi : Tidak tampak adanya benjolan.
Palapsi : Tidak ada nyeri tekan dan finger print negatife.
3) Mata
Inspeksi : Mata tampak simetris kiri dan kanan, pupil isokor, sclera berwarna putih, konjungtiva pucat dan tidak tampak adanya edema palpebrae.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan Tekanan Intra Okuler (TIO).
4) Telinga
Inspekksi : Tampak simetris kiri dan kanan, kanalis tampak bersih, tampak adanya serumen, fungsi pendengaran baik.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan dan nyeri tekan.
5) Hidung
Inspeksi : Septum hidung di tengah, tidak tampak adanya polip, secret dan benda asing. Terpasang NGT tersambung ke Botol.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus.
6) Mulut
Inspeksi : Tidak tampak adanya peradangan pada rongga mulut, lidah tampak kotor, ovula di tengah, tonsil T1, tampak adanya carries pada gigi seri kanan atas dan berlubang pada gigi molar tiga kanan bawah.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
7) Leher
Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening.
8) Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada barrel chest, tampak simetris, tidak tampak adanya benjolan, tidak tampak denyutan ictus cordis, pernapasan 30 x / menit.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan, Vokal Fremitus teraba getaran yang sama pada tangan kiri dan kanan.
Perkusi : Lapang paru sonor, lokasi hepar dan jantung pekak. Tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, tidak terdengar suara napas tambahan, HR 88 x / menit.
9) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak membuncit, tidak tampak adanya benjolan dan bayangan vena.
Auskultasi : Peristaltik usus 30 x / menit
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan pada regio MC Burney, epigastrik dan tidak ada pembesaran hepar dan lien.
Perkusi : Hypertimpani.
10) Genitalia
Inspeksi : Alat genitalia tampak tidak simetris pada skrotum, tampak ada benjolan dan kemerahan pada scrotum bagian kanan sebesar bola tennis. Terpasang chateter tersambung ke urine bag.
Palpasi : Teraba adanya benjolan pada skrotum bagian kanan dengan konsistensi keras.
11) Lengan dan tungkai
Inspeksi : Tangan dan kaki tampak simetris kiridan kanan, tidak tampak adanya edema, terpasang infus pada tangan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan pitting oedema.
Perkusi : Ada refleks pada patella.
12) Kulit
Inspeksi : Kulit tampak lembab.
Palpasi : Turgor kulit baik
b. Post Operasi (tanggal 22 – 07 – 2009 )
1) Kepala
Inspeksi : Kulit kepala tampak kotor, rambut kering, berketombe, tidak tampak adanya benjolan.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan dan nyeri tekan, rambut tidak mudah rontok.
2) Dahi
Inspeksi : Tidak tampak adanya benjolan.
Palapsi : Tidak ada nyeri tekan dan finger print negatife.
3) Mata
Inspeksi : Mata tampak simetris kiri dan kanan, pupil isokor, sclera berwarna putih, konjungtiva pucat dan tidak tampak adanya edema palpebrae.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan Tekanan Intra Okuler (TIO).
4) Telinga
Inspekksi : Tampak simetris kiri dan kanan, kanalis tampak bersih, tampak adanya serumen, fungsi pendengaran baik.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan dan nyeri tekan.
5) Hidung
Inspeksi : Septum hidung di tengah, tidak tampak adanya polip, secret dan benda asing. Terpasang NGT tersambung ke Botol.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus.
6) Mulut
Inspeksi : Tidak tampak adanya peradangan pada rongga mulut, lidah tampak kotor, ovula di tengah, tonsil T1, tampak adanya carries pada gigi seri kanan atas dan berlubang pada gigi molar tiga kanan bawah,membran mukosa tampak kering.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
7) Leher
Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening.
8) Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada barrel chest, tampak simetris, tidak tampak adanya benjolan, tidak tampak denyutan ictus cordis, pernapasan 24 x / menit.
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan, Vokal Fremitus teraba getaran yang sama pada tangan kiri dan kanan.
Perkusi : Lapang paru sonor, lokasi hepar dan jantung pekak. Tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, tidak terdengar suara napas tambahan, HR 84 x / menit.
9) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak sedikit membuncit, tidak tampak adanya benjolan dan bayangan vena, tampak adanya verban luka operasi di abdomen kuadran kanan bawah, verban tampak bersih.
Auskultasi : Peristaltik usus 2 x / menit
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan pada regio MC Burney, epigastrik dan tidak ada pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan pada luka operasi.
Perkusi : Tympani.
10) Genitalia
Inspeksi : Alat genitalia tampak tidak simetris pada scrotum, tampak bengkak dan kemerahan pada scrotum bagian kanan. Terpasang chateter tersambung ke urine bag.
Palpasi : Teraba adanya benjolan pada skrotum bagian kanan dengan konsistensi keras.
11) Lengan dan tungkai
Inspeksi : Tangan dan kaki tampak simetris kiridan kanan, tidak tampak adanya edema, terpasang infus pada tangan kiri.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan pitting oedema.
Perkusi : Ada refleks pada patella.
12) Kulit
Inspeksi : Kulit tampak lembab.
Palpasi : Turgor kulit sedang
10. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
a. Pre Operasi Tanggal 21 – 07 – 2009
1). Hematologi Hasil Nilai Normal
a). Hemoglobin 13,8 g/dl 11,3 – 15,7 g/dl
b). Leukosit 12.100 /mm3 2600 – 8800 /mm3
c). Diff count
Limfosit 18,6 % 17, 47,9%
Eusinofil
Basofil 1,9 % 1,9 – 24,6 %
Monosit
Neutrofil 79,5 % 43,7 – 77,1 %
d). Trombosit 239.000 ribu/mm3 134 – 337 ribu/mm3
e). Waktu perdarahan 2 menit 1 – 3 menit
f). Waktu pembekuan 4 – 30 menit 2 – 6 menit
g). Widal :
Para Typhi B 1 : 80 Negatif
Para Typhi BO 1 : 80 Negatif
2). Kimia Darah
Gula darah sewaktu 106 mg% 76 – 110 mg%
b. Post Operasi (22 – 07 – 2009)
Pemeriksaan urine lengkap
1) Ep Cells : 12 – 15 lpd
2) Leukosit : Banyak
3) Eritrosit : 10 – 12 lpd
4) Ca Oksalat : 2 – 5
5) Bacteri : Sedikit
11. Therapy
a. Pre Operasi
1) Infus RL 24 tetes / menit
2) Stabactam 1 gram / 12 jam / IV
3) Antrain 1 ampul / 8 jam / IV
4) Rantin 1 ampul / 8 jam / IV
b. Post Operasi
1) Infus RL 28 tetes / menit
2) Stabactam 1 gram / 12 jam / IV
3) Rantin 1 ampul / 8 jam / IV
4) Remopain 1 ampul / 8 jam / drips
B. Klasifikasi Data
1. Pre Operasi
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada benjolan di skrotum kanan
- Pasien mengatakan cemas dengan adanya benjolan pada skrotum kanan.
Data Objektif :
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak tegang
- Tampak pandangan pasien ke mana – mana
- Pasien tampak gelisah
2. Post Operasi
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
- Pasien mengatakan kesulitan dalam bergerak
- Pasien mengatakan kering pada tenggorokan
Data Objektif :
- Pasien tampak sakit sedang
- Tampak verban luka operasi pada abdomen kuadran kanan bawah
- Ekspresi wajah pasien tampak meringis
- Nyeri tekan pada luka operasi
- Tampak terpasang NGT
- Tampak terpasang chateter
- Tampak terpasanga infuse RL 28 tetes / menit
- Pasien tampak hati – hati dalam bergerak
- Turgor kulit sedang
- Pasien tampak puasa
- Membran mukosa tampak kering
- Peristaltik usus 2 x / menit
- Leukosit 12.100 /mm3
- Tekanan Darah 120/80 mmHg
- Suhu 36oC
- Nadi 80 x/menit
C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
5. Pre Operasi
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada benjolan di skrotum kanan
- Pasien mengatakan cemas dengan adanya benjolan pada skrotum kanan.
Data Objektif :
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak tegang
- Tampak pandangan pasien ke mana – mana
- Pasien tampak gelisah
Post Operasi
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
Data Objektif :
- Pasien tampak sakit sedang
- Tampak verban luka operasi pada abdomen kuadran kanan bawah
- Ekspresi wajah pasien tampak meringis
- Nyeri tekan pada luka operasi
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kering pada tenggorokan
Data Objektif :
- Pasien tampak puasa
- Membrane mukosa tampak kering
- Turgor kulit sedang
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Peristaltik usus 2 x / menit
Data Subjektif : -
Data Objektif :
- Tampak terpasang NGT
- Tampak terpasang chateter
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Tampak verban luka operasi pada abdomen kuadran kanan bawah
- Leukosit 12.100 /mm3
- Suhu 36oC
- Tekanan Darah 120/80 mmHg
- Nadi 80 x/menit
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesulitan dalam bergerak
Data Objektif :
- Pasien tampaksakit sedang
- Tampak terpasang NGT
- Tampak terpasang chateter
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Pasien tampak hati – hati dalam bergerak
Ketidakadekuatan metode koping
Insisi bedah
Pembatasan pemasukan cairan secara oral
Tindakan invasif
Ketidaknyamanan
Ansietas
Nyeri
Risiko tinggi kekurangan volume cairan
Resiko tinggi infeksi
Kerusakan mobilitas fisik
D. Prioritas Masalah
1. Pre Operasi
a). Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
2. Post Operasi
a). Nyeri b/d insisi bedah
b). Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
c). Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
d). Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
7. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Pasien
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Cerai
: Meninggal
E. Asuhan Keperawatan
Pre Operasi (tanggal 21 – 07 – 2009)
No. DP Diagnosa Keperawatan HYD Rencana Asuhan keperawatan
Intervensi Rasional
1.Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping, ditandai dengan :
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada benjolan di scrotum kanan
- Pasien mengatakan cemas dengan adanya benjolan pada scrotum kanan.
Data Objektif :
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak tegang
- Tampak pandanga pasien ke mana – mana
- Pasien tampak gelisah
Melaporkan ansietas berkurang atau dapat diatasi ddalam waktu 1 – 2 hari perawatan dengan kriteria :
- Ekspresi wajah rileks
- Pasien tidak cemas. 1. Kaji tingkat asietas pasien.
2. Berikan informasi yang akurat dan jawaban yang jujur .
3. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
4. Anjurkan pasien untuk tetap selalub berdoa
1 Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya.
2 Memungkinkan pasien untukmembuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
3 Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan diberi respon dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya.
4 Dengan berdoa dapat memberikan ketenangan dalam jiwa dan mengurangi kecemasan
Post Operasi (tanggal 22 – 07 – 2009)
No. DP Diagnosa Keperawatan HYD Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi Rasional
Nyeri b/d insisi bedah, ditandai dengan :
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
Data Objektif :
- Pasien tampak sakit sedang
- Tampak verban luka operasi pada abdomen kuadran kanan bawah
- Ekspresi wajah pasien tampak meringis
- Nyeri tekan pada luka operasi
Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral, ditandai dengan :
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kering pada tenggorokan
Data Objektif :
- Pasien tampak puasa
- Membrane mukosa tampak kering
- Turgor kulit sedang
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Peristaltic usus 2 x / menit
Risiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive, ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
- Tampak terpasang NGT
- Tampak terpasang chateter
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Tampak verban luka operasi pada abdomen kuadran kanan bawah
- Leukosit 12.100 /mm3
- Suhu 36oC
- Tekanan Darah 120/80 mmHg
- Nadi 80 x/menit
Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan, ditandai dengan :
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesulitan dalam bergerak
Data Objektif :
- Pasien tampak sakit sedang
- Tampak terpasang NGT
- Tampak terpasang chateter
- Tampak terpasang infus RL 28 tetes / menit
- Pasien tampak hati – hati dalam bergerak
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol dalam waktu 1 – 3 hari perawatan dengan kriteria :
- Nyeri hilang atau terkontrol.
- Ekspresi wajah rileks
Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, dalam waktu 1 – 3 hari perawatan dengan kriteria:
- Turgor kulit baik
- Membran mukosa lembab.
- Peristaltik usus 5 – 35 x / menit.
Mencapai penyembuhan luka yang cepat tanpa terjadi infeksi dalam waktu 2 – 3 hari perawatan dengan kriteria:
- Luka baik
- Tidak ada tanda – tanda infeksi
- Leukosit 2600 – 8800/mm3
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit dalam waktu 2 – 3 hari perawatan, dengan criteria :
- Keadaan umum pasien baik
- Pasien dapat melakukan pergerakan dengan baik.
1 Kaji adanya keluhan nyeri catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus yang memperberat.
2 Pertahankan tirah baring selama fase akut, beri posisi nyaman.
3 Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
4 Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
5 Berikan obat sesuai kebutuhan.
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe operasi yang dilakukan.
3. Pasang chateter urinarius dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan.
4. Berikan cairan pariental, produksi darah atau plasma / ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
1. Kaji luas dan keadaan luka.
2. Beri perawatan luka dengan teknik aseptik.
3. Observasi tanda – tanda vital.
4. Anjurkan untuk melakukan teknik pencegahan, seperti tidak menyentuh luka bila tangan kotor.
5. Beri terapi antibiotik sesuai indikasi.
1. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi sengan situasi yang spesifik.
2. Catat respon – respon emosi atau perilaku pada mobilisasi. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.
3. Berikan bantuan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak fasif dan aktif.
4. Berikan perawatan kulit dengan baik.
5. Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah. 1. Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi.
2. Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu.
3. Menurunkan gaya gravitasi dan gerakan yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar duktus intervertebralis yang terkena.
4. Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5. Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.
1. Dokumentasi yang akurat akan membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan / kebutuhan penggantian dan pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2. Mungkin akan terjadi penurunan atau penghilangan setelah prosedur pada sistem genitourinarius, mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinaris.
3. Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat.
4. Ganti kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.
1. Pengkajian yang tepat pada luka dapat membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2. Menjaga kontaminasi luka dengan lingkungan dan merangsang munculnya granulasi.
3. Perubahan tanda – tanda vital terutama suhu, mengidentifikasikan adanya infeksi.
4. Mencegah terjadinya infeksi silang.
5. Pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi dan mencapai penyembuhan yang cepat.
1. Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau jenis prosedur, aktivitas yang kurang hati – hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2. Mobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka rangsang.
3. Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang, memperbaiki mekanika tubuh.
4. Menurunkan risiko, iritasi atau kerusakan pada kulit.
5. Stimulasi sirkulasi vena atau arus balik vena, menurunkan keadaan vena yang statis dan kemungkinan terbentuknya trombus.
F. Implementasi
Hari/Tanggal No.DP Jam Implementasi Nama
- Menerima pasien baru di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Fatima Parepare, dengan rujukan dari Rumah Sakit Lamadukkelleng dengan hernia scrotalis. Pasien mengatakan ada benjolan dan terasa nyeri pada skrotum kanan, sejak kurang lebih dua tahun yang lalu. Pasien mengatakan benjolan mulai tidak masuk, mulai kemarin malam (tanggal 19 – 07 – 2009) dan demam naik turun mulai tadi malam (tanggal 20 – 07 – 2009).
- Mengukur tanda – tanda vital :
Suhu : 38,2oC
Nadi : 96 x/menit
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Pernapasan : 24 x/menit.
- Memasang infus pada lengan kiri dengan cairan RL 24 tetes/menit.
- Mengantar pasien ke ruang perawatan Maria dengan menggunakan kursi roda.
- Menerima pasien baru di ruang perawatan Maria dan mengistirahatkan pasien di tempat tidur.
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan nyeri pada daerah skrotum kanan, badan teraba hangat, tampak adanya benjolan pada skrotum kanan sebesar bola tennis, pasien tampak tegang dan pandangan mata tampak ke mana – mana, ekspresi wajah tampak meringis. Terpasang infus pada lengan kiri dengan cairan RL 24 tetes/menit”.
- Mengukur tanda vital :
Suhu : 38oC
Nadi : 96 x/menit
Tekanan darah 120/80 mmHg
Pernapasan : 30 x/menit
- Menganjurkan pada pasien napas dalam bila nyeri timbul
- Menjelaskan kepada keluarga tentang rencana tindakan medik dan rencana operasi untuk pasien.
- Memberikan surat persetujuan tindakan medik dan persetujuan operasi pada Tn.”L” selaku ayah pasien untuk ditanda tangani.
- Memberikan skint test antibiotik Stabactam.
- Memasang chateter No.16, keluar urine warna kuning pekat mengalir ke urine bag.
- Memasang NGT No.16, keluar CMS warna putih jernih sebanyak 600 cc, mengalir ke botol.
- Menilai hasil skint test “hasil skint test negatif”
- Mencukur area operasi pada abdomen kanan bawah dan alat genitalia.
- Memakaikan pakaian operasi, kaos kaki dan topi operasi.
- Mengantar pasien ke kamar operasi.
- Menjemput pasien dari kamar operasi
- Mengistirahatkan pasien di tempat tidur dan mengobservasi keadaan umum serta keluhan pasien.
“Pasien tampak lemas, keluhan menggigil dan belum berasa pada kedua tungkai, verban luka tampak bersih, pasien tampak sadar, NGT terpasang dengan baik dan mengalir ke botol, chateter tersambung ke urine bag,urine warna kuning pekat”.
- Memonitoring tetesan infus
Infus terpasang dengan cairan RL 28 tetes/menit pada lengan kiri.
- Pasien dianjurkan untuk puasa.
- Mengukur tanda – tanda vita
Suhu : 36oC
Nadi : 88 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Pernapasan : 24 x/menit
- Menganjurkan pada pasien untuk tetap istirahat.
- Menakar urine 400 cc
- Memnghitung balance cairan
Intake : cairan infus 1700 cc
Air putih pasien puasa_+
Jumlah intake 1700 cc
Output : urine 400 cc
CMS 600 cc
IWL _204 cc_+
Jumlah output : 1254 cc –
Jumlah balance cairan sip pagi 446 cc
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan lain tidak ada, pasien belum berasa pada kaki, tampak verban luka bersih, pasien tampak tegang dan pandangan mata ke mana – mana. NGT terpasang dengan baik dan mengalir ke botol, warna CMS kecoklatan, chateter tersambung ke urine bag”.
- Memonitoring tetesan infus
Infus terpasang pada lengan kiri dengan cairan RL 28 tetes/menit, tetesan lancer.
- Menganjurkan pada pasien untuk tetap puasa
- Mengukur tanda – tanda vital
Suhu : 37,6oC
Nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
- Menganjurkan pada pasien untuk istirahat
- Memberikan kompres alkohol 25% pada axilla.
- Memberikan injeksi rantin 1 ampul/IV
- Mengganti cairan dengan cairan RL 28 tetes/menit dan memberikan injeksi Remopain 1 ampul/drips
- Menakar urine 300 cc
- Menghitung balance cairan
Intake : cairan infus : 550 cc
Air putih : pasien puasa +
Jumlah Intake : 550 cc
Output : urine : 300 cc
IWL : 204 cc_____+
Jumlah output : 504 cc -
Jumlah balance sip sore : + 46 cc
- Merencanakan mengobservasi keadaan umum dan keluhan pasien, namun pasien sudah tidur.
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan sakit pada luka operasi, pasien mengatakan sulit bergerak, pasien tampak lemas, verban luka tampak bersih, terpasang NGT mengalir ke botol, terpasang chateter tersambung ke urine bag”.
- Memonitor tetesan infus
Terpasang infus dengan cairan RL 28 tetes/menit.
- Menganjurkan pada pasien untuk tetap puasa dan mobilisasi.
- Menakar urine 110 cc
- Menghitung balance cairan
Intake : cairan infuse : 700 cc
Air putih : pasien puasa +
Jumlah intake : 700 cc
Output : urine : 110 cc
IWL : 406 cc___+
Jumlah output : 516 cc -
Jumlah balance cairan sip malam184 cc
- Menghitung balance cairan per 24 jam
Intake : 2950 cc
Output : 2274 cc-
Jumlah balance cairan/24 jam:+676 cc
- Memberikan injeksi remopain 1 ampul / drips
- Memandikan pasien dalam posisi baring
- Mengganti tenun dan merapikan tempat tidur.
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan batuk satu – satu kali, keluhan nyeri pada luka operasi saat batuk, pasien tampak sulit bergerak, verban luka tampak bersih, terpasang NGT mengalir ke botol, terpasang chateter tersambung ke urine bag”.
- Memonitori tetesan infus
Infus terpasang dengan cairan RL 28 tetes/menit pada lengan kiri, tetesan lancar.
- Menganjurkan pada pasien untuk tetap puasa.
- Menganjurkan pasien mobilisasi.
- Memberikan injeksi rantin 1 ampul / IV
- Memberikan injeksi stabactam 1 gram / IV.
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan batuk satu – satu kali, keluhan nyeri pada luka operasi saat batuk, pasien tampak sulit bergerak, verban luka tampak bersih, terpasang NGT mengalir ke botol, terpasang chateter tersambung ke urine bag”.
- Memonitoring tetesan infus
Infus terpasang dengan cairan RL 28 tetes/menit pada lengan kiri, tetesan lancer.
- Mengukur tanda – tanda vital
Suhu : 37oC
Nadi :80 x/menit
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Menganjurkan pada pasien untuk tetap puasa.
- Menganjurkan pasien mobilisasi.
- Memberikan injeksi remopain 1 ampul/drips.
- Menakar urine 200 cc
- Menghitung balance cairan
Intake : cairan infus : 1150 cc
Air putih : pasien puasa__+
Jumlah intake : 1150 cc
Output : urine : 200 cc
CMS : 20 cc
IWL : 204 cc_+
Jumlah output : 424 cc –
Jumlah balance cairan sip pagi: 726 cc
- Melakukan koreksi CMS dengan cairan NaCl sebanyak 20 cc
- Mengobservasi keadaan umum dan megkaji keluhan pasien
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan batuk satu – satu kali, nyeri pada luka operasi, keluhan lain tidak ada, chateter tersambung ke urine bag, NGT terpasang dan mengalir ke botol”.
- Memonitor tetesan infus
Infus terpasang dengan cairan RL 28 tetes/menit pada lengan kiri.
- Menganjurkan pada pasien untuk mobilisasi.
- Memberi injeksi rantin 1 ampul /IV
- Mengukur suhu badan : 37oC
- Mengganti cairan infus dengan RL 28 tetes / menit dan memberikan injeksi remopain 1 ampul / drips.
- Menakar urine 100 cc
- Menghitung balance cairan
Intake : cairan infus : 600 cc
Air putih : pasien puasa ¬¬¬+
Jumlah intake : 600 cc
Output : urine : 100 cc
CMS : 40 cc
IWL : 204 cc__+
Jumlah output : 344 cc –
Jumlah balance cairan sip sore: 256 cc
- Melakukan koreksi CMS dengan cairan NaCl sebanyak 40 cc
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“Pasien tampak sakit sedang, keluhan batuk satu – satu kali, keluhan nyeri pada luka operasi mulai berkurang, verban luka tampak bersih, ekspersi wajah mulai rileks, pasien mulai dapat bergerak, terpasang NGT dan mengalir ke botol, terpasang chateter tersambung ke urine bag”.
- Memonitoring tetesan infus
Infus terpasang pada lengan kiri dengan cairan RL 28 tetes/menit, tetesan lancer.
- Mengobservasi tanda – tanda vital
Suhu : 36,9oC
Nadi : 72x/menit
Tekanan darah : 110/80mmHg
- Menganjurkan pasien untuk mobilisasi dan tarik napas dalam bila nyeri timbul.
- Menakar urine : 120 cc
- Menghitung balance cairan
Intake : cairan infuse : 1500 cc
Air putih : pasien puasa +
Jumlah intake : 1500 cc
Output : urine : 120 cc
IWL : 406 cc +
Jumlah output : 526 cc -
Jumlah balance cairan sip malam 974
- Balance cairan / 24 jam:
Intake : 2450 cc
Output : 1284 cc -
Jumlah balance cairan/ 24 jam1166 cc
- Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji keluhan pasien.
“ pasien tampak sakit sedang, pasien mengeluh batuk satu,satu kali, keluhan nyeri pada luka operasi mulai berkurang, ekspresi wajah mulai rileks, verban luka tampak bersih, terpasang NGT mengalir ke botol, terpasag chteter tersambung ke urine bag.
- Memonitori tetesan infus.
“Infus terpasang pada lengan kiri dengan cairan RL 28 tetes / menit,tetesan lancar.
- Menganjurkan pasien untuk mobilisasi.
- Memberikan posisi semi fowler.
- Memberikan injeksi rantin 1 ampul / IV.
- Merawat luka dan mengganti verban.
“Luka tampak kering, didesinfeksi dengan septadine dan alcohol 70% kemudian ditutup dengan opposite.
- Memberikan injeksi stabactam 1 gram / IV.
- Memberikan injeksi remopain 1 ampul / drips.
- Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang menyangkut penyakit hernia.
F. EVALUASI.
Hari /Tanggal No. DP Pukul Evaluasi Nama Jelas
Pre Operasi.
Ansietas b/d Ketidakadekuatan metode koping.
S : Pasien mengatakan cemas.
O : Pandagan mata tampak kemana- mana.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan.
1. Kaji tinggkat ansietas pasien.
2. Beri informasi yang adekuat dan jawaban yang benar.
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi.
4. Anjurkan pasien untuk tetap berdoa.
Post Operasi
Nyeri b/d Insisi bedah.
S : Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi.
O : Ekspresi wajah tampak meringis.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intevensi dilanjutkan.
1. Kaji adanya keluhan nyeri,catat lokasi, lamanya, factor pencetus yang menyebabkan nyeri.
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut, beri posisi yang nyaman.
3. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai kebutuhan.
4. Instruksikan pasien untuk melakukan relaksasi.
5. Beri terapi sesuai kabutuhan.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan masukan cairan secara oral.
S : Pasien mengatakan tenggorokannya kering.
O : Pasien puasa dan membrane mucosa kering.
A : Masalah tidak terjadi.
P : Intevensi dipertahankan.
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2. Kaji pengeluaran urinarius.
3. Pasang kateter urinarius.
4. Berikan cairan pariental.
Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif.
S : -
O : Tampak terpasang alat medik (infus,chateter, NGT).
A : Masalah belum terjadi.
P : Intervensi dipertahankan.
1. Kaji luas dan kedalaman luka.
2. Beri perawatan luka dengan teknik aseptik.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Anjurkan untuk melakukan teknik pencegahan.
5. Beri terapi antibiotik.
Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan.
S : Pasien mengatakan sulit dalam melakukan pergerakan.
O : Tampak terpasang alat medik (infus, chateter, NGT).
A : Masalah belum teratasi.
P : Intrvensi dilanjutkan
1. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
2. Catat respon-respon emosi / perilaku pada mobilisasi.
3. Berikan bantuan / bantu untuk melakukan rentang gerak pasif dan aktif.
4. Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah.
5. Berikan perawatan kulit dengan baik.
Pre Opersi
Ansietas b/d Ketidakadekuatan metode koping.
S : Pasien mengatakan kecemasanya mulai berkurang
O : Pasien tampak mulai rileks
A : Masalah mulai teratasi
P : intervensi diperahankan
1. Kaji tingkat ansietas pasien.
2. Beri informasi yang adekuat dan jawaban yang benar.
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi.
4. Anjurkan pasien untuk tetap berdoa.
Post Operasi
Nyeri b/d Insisi bedah.
S : Keluhan nyeri pada luka operasi mulai berkurang.
O : Ekspresi wajah mulai rileks.
A : Masalah mulai teratasi.
P : Intevensi dipertahankan.
1. Kaji adanya keluhan nyeri,catat lokasi, lamanya, faktor pencetus yang menyebabkan nyeri.
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut, beri posisi yang nyaman.
3. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai kebutuhan.
4. Instruksikan pasien untuk melakukan relaksasi.
5. Beri terapi sesuai kabutuhan.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan masukan cairan secara oral.
S : Pasien mengatakan tenggorokannya kering.
O : Pasien puasa dan membran mucosa kering.
A : Masalah tidak terjadi.
P : Intevensi dipertahankan.
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2. Kaji pengeluaran urinarius.
3. Pasang kateter urinarius.
4. Berikan cairan pariental.
Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif.
S : -
O : Tampak terpasang alat medik (infus,chateter, NGT).
A : Masalah belum terjadi.
P : Intervensi dipertahankan.
1. Kaji luas dan kedalaman luka.
2. Beri perawatan luka dengan teknik aseptik.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Anjurkan untuk melakukan teknik pencegahan.
5. Beri terapi antibiotik.
Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan.
S : Pasien mengatakan dapat melakukan pergerakan.
O : Tampak terpasang alat medik (infus, chateter, NGT).
A : Masalah mulai teratasi.
P : Intrvensi dipertahankan
1. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
2. Catat respon-respon emosi / perilaku pada mobilisasi.
3. Berikan bantuan / bantu untuk melakukan rentang gerak pasif dan aktif.
4. Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagan bawah.
5. Berikan perawatan kulit dengan baik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan membahas tentang persamaan dan perbedaan yang muncul antara tinjauan teori dan tinjauan kasus pada asuhan keperawatan yang langsung pada pasien.
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, penulis telah menguraikan konsep dasar dan pendekatan asuhan keperawatan yang terbagi dalam lima tahap yaitu : Pengkajian, Diagosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Setelah melakukan pengamatan kasus serta memberi asuhan keperawatan pada Tn.”M” yang dirawat di runag perawatan Maria Rumah Sakit Fatima Parepare dengan kasus hernia scrotalis lalu dibandingkan dengan teori yang di dapat di bangku kuliah apakah terdapat kesamaan atau tidak.
A. Pengkajian
Pada pengkajian tinjauan teori, tanda dan gejala hernia berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bias mengecil dan menghilang pada saat istirahat, bila menangis, mengejan dan batuk. Bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri. Sedangkan pada kasus yang diambil juga muncul gejala tersebut dan ditemukan tanda dan gejala berupa perut kembung dan demam pada kasus nyata. Namun dalam teori, perut kembung bias terjadi akibat penyumbatan dan perdarahan sedangkan demam bias terjadi akibat isi perut terjepit.
Pada pembahasan pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa pada teori dan kasus nyata dapat ditemukan kesamaan dimana teori yang ada dari berbagai macam literatur sama dengan tanda dan gejala pada pasien Tn.”M”, meskipun ada beberapa gejala lain yang menyertai namun merupakan salah satu tanda dari peroses penyakit tersebut dalam menimbulkan komplikasi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada tinjauan teori pasien hernia adalah :
1. Nyeri akut / kronis b/d agen pencedera fisik : kompresi saraf, spasme otot.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, ketidaknyamanan
3. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan b/d tidak mengenal sumber – sumber informasi.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang di dapat pada tinjauan kasus sebagai berikut :
3. Pre Operasi
b). Ansietas b/d ketidak adekuatan metode koping
4. Post Operasi
a). Nyeri b/d insisi bedah
b). Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
c). Resiko tinggi infeksi b/d tindakan infasif
d). Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Berdasarkan diagnosa keperawtan yang diatas terdapat adanya kesenjangan antara diagnosa pada teori dengan diagnosa keperawatan pada kaus nyata dimana pada kasus nyata ditemukan 5 diagnosa yaitu :
1. Ansietas b/d ketidak adekuatan metode koping
Pada diagnosa ini, penulis mengangkatnya karena pada saat anamnese dan kontak langsung dengan pasien, tampak ekspresi wajah yang tegang, pucat, pandangan mata ke mana – mana dan adanya kecemasan pasien yang diungkapkan baik pada saat pre operasi maupun pada saat post operasi.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Perbedaan etiologi diagnosa nyeri pada kasus nyata denga teori, dimana pada diagnosa keperawatan pada pasien, penulis mengangkat Nyeri b/d insisi bedah. Penulis mengangkat diagnosa ini dengan etiologi insisi bedah karena pasien mengeluh kesakitan pada luka operasi saat bergerak dan batuk
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Penulis mengangkat diagnosa ini karena pasien telah puasa selama tiga hari post operasi, hal tersebut dilakukan karena usus belum bekerja dengan baik. Selain itu pasien mengeluh tenggorokannya kering. Tampak membrane mukosa tampak kering.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Pada diagnosa ini diangkat karena adanya tindakan invasif pada pasien seperti pemasangan NGT, Infus dan chateter. Alat medik tersebut dapat menjadi jalan masuknya bakteri atau mikroorganisme ke dalam tubuh untuk menginfeksi. Selain itu adanya tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga memungkinkan pula mikroorganisme masuk dan berkembang biak dalam tubuh.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan.
Pada diagnosa ini penulis mengangkatnya karena tampak terpasang alat medik seperti NGT, Infus, Chateter dan terdapat luka akibat pembedahan. Hal tersebut dapat mempengaruhi atau membatasi mobilitas dari pasien.
Sedangkan dalam teori terdapat empat diagnosa keperawatan yaitu seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
C. Perencanaan
Pada tinjauan teori tidak mencantumkan kriteria waktu seperti pada kasus nyata. Pada tinjauan kasus tindakan yang dilakukan pada pasien mengacu pada teori yang disesuaikan dengan kondisi yang ada dalam masalah pasien dengan mencantumkan kriteria waktu, intervensi pada tinjauan teori dilaksanakan tetapi tetap disesuaikan dengan kondisi si rumah sakit. Hal ini di dukung oleh sikap kooperatif dari pasien dan keluarga dan bantuan dari patugas kesehatan khususnya di ruang perawatan Maria Rumah Sakit Fatiam Parepare.
D. Implementasi
Pada tahap ini, penulis melaksanakan apa yang telah direncanakan pada perencanaan dengan bekerja sama dengan pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya. Implementasi yang dilakukan adalah mengatasi masalah :
1. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
Diagnosa pertama diatasi dengan menjelaskan prosedur tindakan medik dan operasi yang akan dilakukan dan membri kesempatan pada pasien untuk mengngungkapkan keluhan dan masalah yang dialami.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Diatasi dengan memberikan obat injeksi Remopain 1 ampul / 8 jam / drips, memberikan posisi yang nyaman atau posisi semi fowler,mengajarkan teknik relaksasi pada pasien seperti tarik napas dalambila nyeri timbul.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Diatasi dengan pemberian cairan infus RL 28 tetes/menit dan mengukur untake dan output pasien secara akurat.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Memberikan kompres alkohol 25% bila pasien panas, obat injeksi antibiotic stabactam 1 gram / 12 jam / IV dan merawat luka serta mengganti verban dengan teknik steril.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Diatasi dengan menganjurkan pasien mobilisasi aktif, membantu pasien mobilisasi, memberikan talk pada saat selesai memandikan untuk mencegah iritasi pada kulit.
Dari implementasi yang dilakukan ada beberapa intervensi yang telah dicantumkan namun tidak dilakukan atau diberika pada pasien.
E. Evaluasi
Proses keperawtan yang terakhir yaitu evaluasi. Dimana pada tahap ini yang akan dibahas atau menilai proses keperawatan yang diberikan dan hasilnya selama kurang lebih tiga hari perawatan. Diagnosa keperawatan yang terdiri dari :
1. Ansietas b/d ketidak adekuatan metode koping
Diagnosa keperawatan ini selama tiga hari perawatan mulai teratasi pada hari ketiga, dimana ekspresi wajah mulai rileks.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Diagnosa ini mulai teratasi pada hari ketiga selama tiga hari perawatan karena keluhan nyeri pada luka operasi mulai berkurang.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Intervensi pada diagnosa ini tetap dipertahankan karena tidak ditemukan adanya tanda – tanda dehidrasi berat.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Intervensi pada diagnosa ini tetap dipertahankan karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Diagnosa keperawatan ini mulai teratasi, karena pasien mulai mobilisasi (duduk).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I : Pada umumnya pasien dengan hernia lebih banyak terjadi pada pria. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan kehidupan ekonomi manusia yang semakin berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana menuntut manusian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh sehingga dapat menimbulkan terjadinya hernia. Insiden terjadinya hernia di Indonesia tahun 2007 sekitar 60% hernia terjadi sebelah kanan dan 30% sebelah kiri, 10% kedua sisi. Khususnya di Rumah Sakit Fatima Parepare, jumlah kasus hernia pada tahun 2007 terdapat 22 kasus hernia, tahun 2008 sebanyak 28 kasus dan tahun 2009 dalam satu semester terdapat empat kasus hernia. Dari jumlah kasus hernia yang terjadi pada pria sebanyak 45 kasus dan 10 kasus hernia pada wanita.
BAB II : Hernia adalah keluarnya isi rongga perut / abdomen yang lewat suatu cela pada dinding yang mengelilinginya (Khaidir, 2009). Penyebab hernia dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu akibat dari kelainan kongenital atau kelemahan dinding abdomen dan akibat dari yang mengalami kelebihan berat badan, batuk, mengejan saat defekasi. Pengobatan berbagai keadaan di atas dapat mengurangi risiko terjadinya hernia.
BAB III : Dalam pengkajian terhadap pasien, penulis memperoleh data dari pasien, keluarga pasien dan catatan medik pasien. Dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa pasien masuk dengan keluhan adanya benjolan pada scrotum bagian kanan dan terasa nyeri. Data yang diperoleh memunculkan lima diagnosa keperawatan baik pre operasi maupun post operasi yaitu : Ansietas, Nyeri, Risiko kekurangan volume cairan, Risiko tinggi infeksi, Kerusakan mobilitas fisik. Proses keperawatan pada pasien dilakukan dengan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dalam penerapan sesuai dengan pendekatan proses keperawatan.
BAB IV :Dalam perencanaan penulis melibatkan pasien dan keluarga pasien, dalam melaksanakan intervensi didasarkan pada perencanaan yang telah disusun berdasarkan kebutuhan. Dalam pelaksanaan intervensi melibatkan pasien dan keluarga pasien. Dalam evaluasi keperawatan selama tiga hari, beberapa masalah mulai teratasi yaitu pada diagnosa keperawatan I, II dan V, sedangkan diagnosa keperawatan III dan IV tidak terjadi.
B. Saran
Dengan melihat kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran yang dianggap perlu terhadap permasalahan ini yaitu :
1. Rumah Sakit Fatima Parepare
Bagi tenaga keperawatan di Rumah Sakit Fatima Parepare hendaknya sedapat mungkin meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan hernia scrotalis yang komperensif dan berkesinambungan dan lebih memperhatikan hal – hal yang bersifat subjektif dan objektif agar pasien dan keluarga merasa diperhatikan oleh perawatan dan merasa tidak diabaikan.
2. Institusi
Hendaknya meningkatkan bimbingan pada mahasiswa tentang asuhan keperawatan dan memberika format – format pengkajian yang terbaru yang digunakan dalam membuat rencana asuhan keperawatan.
3. Mahasiswa/ Mahasiswi Akademi Keperawatan Fatiam Parepare
Sebaiknya meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara holistic pada pasien.
4. Pasien, Keluarga Pasien dan Masyarakat
Diharapkan untuk lebih memahami tentang gambaran penyakit hernia dan dapat menghindari faktor penyebab dan risiko terjadinya hernia misalnya ; mengejan saat defekasi, mengangkat benda – benda yang berat dan lain – lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan membahas tentang persamaan dan perbedaan yang muncul antara tinjauan teori dan tinjauan kasus pada asuhan keperawatan yang langsung pada pasien.
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, penulis telah menguraikan konsep dasar dan pendekatan asuhan keperawatan yang terbagi dalam lima tahap yaitu : Pengkajian, Diagosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Setelah melakukan pengamatan kasus serta memberi asuhan keperawatan pada Tn.”M” yang dirawat di runag perawatan Maria Rumah Sakit Fatima Parepare dengan kasus hernia scrotalis lalu dibandingkan dengan teori yang di dapat di bangku kuliah apakah terdapat kesamaan atau tidak.
F. Pengkajian
Pada pengkajian tinjauan teori, tanda dan gejala hernia berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bias mengecil dan menghilang pada saat istirahat, bila menangis, mengejan dan batuk. Bila terjadai komplikasi dapat ditemukan nyeri. Sedangkan pada kasus yang diambil juga muncul gejala tersebut dan ditemukan tanda dan gejala berupa perut kembung dan demam pada kasus nyata. Namun dalam teiro perut kembung bias terjadi akibat penyumbatan dan perdarahan sedangkan demam bias terjadi akibat isi perut terjepit.
Pada pembahasan pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa pada teori dan kasus nyata dapat ditemukan kesamaan dimana teori yang ada dari berbagai macam literatur sama dengan tanda dan gejala pada pasien Tn.”M”, meskipun ada beberapa gejala lain yang menyertai namun merupakan salah satu tanda dari peroses penyakit tersebut dalam menimbulkan komplikasi.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada tinjauan teori pasien hernia adalah :
1. Nyeri akut / kronis b/d agen pencedera fisik : kompresi saraf, spasme otot.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, ketidaknyamanan
3. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan b/d tidak mengenal sumber – sumber informasi.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang di dapat pada tinjauan kasus sebagai berikut :
5. Pre Operasi
c). Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
6. Post Operasi
a). Nyeri b/d insisi bedah
b). Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
c). Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
d). Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Berdasarkan diagnosa keperawtan yang diatas terdapat adanya kesenjangan antara diagnosa pada teori dengan diagnosa keperawatan pada kaus nyata :
1. Ansietas b/d ketidak adekuatan metode koping
Pada diagnosa ini, penulis mengangkatnay karena pada saat anamnese dan kontak langsung dengan pasien, tampak ekspresi wajah yang tegang, pucat, pandangan mata ke mana – mana dan adanya kecemasan pasien yang diungkapkan baik pada saat pre operasi maupun pada saat post operasi.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Perbedaan etiologi diagnosa nyeri pada kasus nyata denga teori, dimana pada diagnosa keperawatan pada pasien, penulis mengangkat Nyeri b/d insisi bedah. Penulis mengangkat diagnosa ini dengan etiologi insisi bedah karena pasien mengeluh kesakitan pada luka operasi saat bergerak dan batuk
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Penulis mengangkat diagnosa ini karena pasien telah puasa selama tiga hari post operasi, hal tersebut dilakukan karena usus belum bekerja dengan baik. Selain itu pasien mengeluh tenggorokannya kering. Tampak membran mukosa tampak kering.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Pada diagnosa ini diangkat karena adanya tindakan invasif pada pasien seperti pemasangan NGT, Infus dan chateter. Alat medik tersebut dapat menjadi jalan masuknya bakteri atau mikroorganisme ke dalam tubuh untuk menginfeksi. Selain itu adanya tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga memungkinkan pula mikroorganisme masuk dan berkembang biak dalam tubuh.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan.
Pada diagnosa ini penulis mengangkatnya karena tampak terpasang alat medik seperti NGT, Infus, Chateter dan terdapat luka akibat pembedahan. Hal tersebut dapat mempengaruhi atau membatasi mobilitas dari pasien.
H. Perencanaan
Pada tinjauan teori tidak mencantumkan criteria waktu seperti pada kasus nyata. Pada tinjauan kasus tindakan yang dilakukan pada pasien mengacu pada teori yang di sesuaikan dengan kondisi yang ada dalam masalah pasien dengan mencantumkan kriteria waktu, intervensi pada tinjauan teori dilaksanakan tetapi tetap disesuaikan dengan kondisi si rumah sakit. Hal ini di dukung oleh sikap kooperatif dari pasien dan keluarga dan bantuan dari patugas kesehatan khususnya di ruang perawatan Maria Rumah Sakit Fatiam Parepare.
I. Implementasi
Pada tahap ini, penulis melaksanakan apa yang telah direncanakan pada perencanaan dengan bekerja sama dengan pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya. Implementasi yang dilakukan adalah mengatasi masalah :
1. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
Diagnosa pertama diatasi dengan menjelaskan prosedur tindakan medik dan operasi yang akan dilakukan dan membri kesempatan pada pasien untuk mengngungkapkan keluhan dan masalah yang dialami.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Diatasi dengan memberikan obat injeksi Remopain 1 ampul / 8 jam / drips, memberikan posisi yang nyaman atau posisi semi fowler,mengajarkan teknik relaksasi pada pasien seperti tarik napas dalambila nyeri timbul.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Diatasi dengan pemberian cairan infus RL 28 tetes/menit dan mengukur intake dan output pasien secara akurat.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Memberikan kompres alcohol 25% bila pasien panas, obat injeksi antibiotik stabactam 1 gram / 12 jam / IV dan merawat luka serta mengganti verban dengan teknik steril.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Diatasi dengan menganjurkan pasien mobilisasi aktif, membantu pasien mobilisasi, memberikan talk pada saat selesai memandikan untuk mencegah iritasi pada kulit.
Dari implementasi yang dilakukan ada beberapa intervensi yang telah dicantumkan namun tidak dilakukan atau diberika pada pasien.
J. Evaluasi
Proses keperawtan yang terakhir yaitu evaluasi. Dimana pada tahap ini yang akan dibahas atau menilai proses keperawatan yang diberikan dan hasilnya selama kurang lebih tiga hari perawatan. Diagnosa keperawatan yang terdiri dari :
1. Ansietas b/d ketidakadekuatan metode koping
Diagnosa keperawatan ini selama tiga hari perawatan mulai teratasi pada hari ketiga, dimana ekspresi wajah mulai rileks.
2. Nyeri b/d insisi bedah
Diagnosa ini mulai teratasi pada hari ketiga selama tiga hari perawatan karena keluhan nyeri pada luka operasi mulai berkurang.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pemasukan cairan secara oral
Intervensi pada diagnosa ini tetap dipertahankan karena tidak ditemukan adanya tanda – tanda dehidrasi berat.
4. Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasif
Intervensi pada diagnosa ini tetap dipertahankan karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidaknyamanan
Diagnosa keperawatan ini mulai teratasi, karena pasien mulai mobilisasi (duduk).
BAB V
PENUTUP
C. Kesimpulan
BAB I : Pada umumnya pasien dengan hernia lebih banyak terjadi pada pria. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan kehidupan ekonomi manusia yang semakin berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana menuntut manusian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh sehingga dapat menimbulkan terjadinya hernia. Insiden terjadinya hernia di Indonesia tahun 2007 sekitar 60% hernia terjadi sebelah kanan dan 30% sebelah kiri, 10% kedua sisi. Khususnya di Rumah Sakit Fatima Parepare, jumlah kasus hernia pada tahun 2007 terdapat 22 kasus hernia, tahun 2008 sebanyak 28 kasus dan tahun 2009 dalam satu smesterterdapat empat kasus hernia. Dari jumlah kasus hernia yang terjadi pada pria sebanyak 45 kasus dan 10 kasus hernia pada wanita.
BAB II : Hernia adalah keluarnya isis rongga perut / abdomen yang lewat suatu cela pada dinding yang mengelilinginya (Khaidir, 2009). Penyebab hernia dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu akibat dari kelainan kogenital atau kelemahan dinding abdomen dan akibat dari yang mengalami kelebihan berat badan, batuk, mengejan saat defekasi. Pengobatan berbagai keadaan di atas dapat mengurangi risiko terjadinya hernia.
BAB III : Dalam pengkajian terhadap pasien, penulis memperoleh data dari pasien, keluarga pasien dan catatan medik pasien. Dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa pasien masuk dengan keluhan adanya benjolan pada scrotum bagian kanan dan terasa nyeri. Data yang diperoleh memunculkan lima diagnosa keperawatan baik pre operasi maupun post operasi yaitu : Ansietas, Nyeri, Risiko kekurangan volume cairan, Risiko tinggi infeksi, Kerusakan mobilitas fisik. Proses keperawatan pada pasien dilakukan dengan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dalam penerapan sesuai dengan pendekatan proses keperawatan.
BAB IV :Dalam perencanaan penulis melibatkan pasien dan keluarga pasien, dalam melaksanakan intervensi didasarkan pada perencanaan yang telah disusun berdasarkan kebutuhan. Dalam pelaksanaan intervensi melibatkan pasien dan keluarga pasien. Dalam evaluasi keperawatan selama tiga hari, beberapa masalah mulai teratasi yaitu pada diagnosa keperawatan I, II dan V, sedangkan diagnosa keperawatan III dan IV tidak terjadi.
D. Saran
Dengan melihat kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran yang dianggap perlu terhadap permasalahan ini yaitu :
1. Rumah Sakit Fatima Parepare
Bagi tenaga keperawatan di Rumah Sakit Fatima Parepare hendaknya sedapat mungkin meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan hernia scrotalis yang komperensif dan berkesinambungan dan lebih memperhatikan hal – hal yang bersifat subjektif dan objektif agar pasien dan keluarga merasa diperhatikan oleh perawatan dan merasa tidak diabaikan.
2. Institusi
Hendaknya meningkatkan bimbingan pada mahasiswa tentang asuhan keperawatan dan memberika format – format pengkajian yang terbaru yang digunakan dalam membuat rencana asuhan keperawatan.
3. Mahasiswa/ Mahasiswi Akademi Keperawatan Fatiam Parepare
Sebaiknya meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara holistik pada pasien.
4. Pasien, Keluarga Pasien dan Masyarakat
Diharapkan untuk lebih memahami tentang gambaran penyakit hernia dan dapat menghindari faktor penyebab dan risiko terjadinya hernia misalnya ; mengejan saat defekasi, mengangkat benda – benda yang berat dan lain – lain.
Lampiran
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok bahasan : Hernia
Sub pokok bahasan : Gambaran umum hernia scrotalis.
Sasaran : Pasien dan keluarga
Tujuan umum : Pasien dan keluarga mengetahui gambaran secara umum mengenai penyakit hernia.
Tujuan khusus : setelah memperoleh penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga memahami tentang :
- Pengertian hernia
- Penyebab hernia / factor risiko hernia
- Tanda dan gejala hernia.
- Komplikasi hernia
- Usaha pengobatan dan pencegahan hernia
Hari / tanggal : Kamis, 23 Juli 2009
Waktu : Pukul 11.00 WITA
Tempat : Ruang Perawatan Maria Kamar I2 Rumah Sakit Fatima Parepare
Materi : Hernia Scrotalis
1. Definisi
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga diamana rongga tersebut harusnya berada di dalam keadaan normal tertutup (Nanda, 2009).
2. Penyebab / factor risiko :
a. Batuk menahun
b. Mengejan saat defekasi
c. Kebiasaan mengangkat benda berat
d. Kehamilan
e. Obesitas
3. Gejala
Biasanya ditandai dengan adanya benjolan pada skrotum tanpa atau disertai rasa nyeri. Benjolan bisa membesar dan mengecil jika penderita berbaring, benjolan akan mengecil karena isinya keluar dan masuk di bawah pengaruh gaya gravitasi.
4. Komplikasi
a. Peritonotis
b. Shock
c. Abses
d. Perforasi
5. Pengobatan dan pencegahan.
a. Pengobatan
Hernia sering kali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut, tetapi jika tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus biasa terperangkap didalam kanalis dan aliran darahnya terputus. Jika tidak ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi biasa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan pembedahan untuk pengambilan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya diberikan untuk mengatasi nyeri setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah menjalani pembedahan, penderita dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot yang lemah selama masa pemulihan.
b. Pencegahan
1). Menghindari mengangkat benda-benda berat
2). Makan makanan yang berserat untuk mengurangi risiko konstipasi
3). Mengurangi risiko batuk menahun dengan melakukan pengobatan secara teratur.
Evaluasi :
Setelah melakukan penyuluhan, pasien dan keluarga dapat dapat memahami materi yang diberikan penulis. pasien dan keluarga cukup memperhatikan materi yang diberikan oleh penulis , mereka berterima kasih atas infomasi yang diberikan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Ajar. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. EGC. 2001.
Bunner dan sundart Medical Bedah, e. Keperawatan disi 8. Jakarta. EGC. 2000.
Doenges, Marynne.E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta.EGC. 2006.
Mansjoer. Kapita Selecta Kedokteran, edisi 3. Jakarta. Media Aesclpius. 2000.
Tambayong, jan. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 2000.
http:// Medicarefore.com/med/detail.pyk.pkp!.id
http:// Medinux. Biogspot. Com/2008/12/ Tumor testis. Html.
Langganan:
Postingan (Atom)